Korban Ritualisme

Published by

on

Kepada umat di gereja saya katakan saya percaya bahwa mereka percaya kepada Allah, tetapi soal apakah mereka menyembah Allah atau berhala, dengan rendah hati masing-masing orang beriman perlu berefleksi. Soalnya, bisa jadi pada praktiknya penyembahan Allah itu tak lain daripada penyembahan berhala. Teks bacaan pertama hari ini menyinggung umat Israel yang berkali-kali selingkuh terhadap Allah dan sebetulnya juga menyinggung orang-orang zaman now, apapun agama dan keyakinannya: Mereka mencintai korban sembelihan, mereka mempersembahkan daging dan memakannya.

Saya langsung melompat pada hidup keagamaan zaman now dengan membandingkan ‘mencintai korban sembelihan’ itu sebagai kesukaan akan ritualisme. Bukankah orang zaman now cenderung mengasosiasikan keimanan dan kerohanian dengan hal yang berbau ritual (dan karenanya jadi formal, suasana cair dianggap kesesatan)? Sebetulnya memang ada hubungannya, tetapi kalau lalu suka ritualisme jadi lain soalnya: Allah raib darinya, tak ada rida Allah dalam tatanan manusiawi yang dibekukan. Nota bene: pernyataan ini pun bersifat umum, tak perlu ditangkap mutlak benar, barangkali dalam kebekuan tertentu rida Allah juga bisa hadir.

Loh, kalo gitu jadi gak jelas dong, Mo, kapan Allah raib? Lha iya memang! Kan dulu sudah saya sampaikan bahwa kebaikan itu seperti bayangan: kalau didekati menjauh, kalau ditinggal lari malah mendekat ikut lari. Itu baru kebaikan, apalagi rida Allah itu.
Udahlah Mo, gak usah panjang lebar lagi, makin gak jelas. Hahahaiya, saya juga sudah ngantuk. Yang penting pikiran dan hati perlu dipelihara supaya tetap terbuka pada kebenaran yang terkuak lewat sudut lain sehingga rida Allah itu bisa hadir di manapun atau kapanpun Allah mau memberikannya. Otherwise, rida Allah itu tak bisa masuk dalam hidup orang, bahkan yang mengaku beragama. Ritual yang semestinya membantu orang beragama untuk membangun koneksi vertikal-horisontal berubah jadi ritualisme yang memakan korban.

Tuhan, mohon rahmat keterbukaan hati dan budi supaya mampu melihat jejak-Mu dalam sejarah hidup kami. Amin.


HARI SELASA BIASA XIV B/2
10 Juli 2018

Hos 8,4-7.11-13
Mat 9,32-38

Selasa Biasa XIV A/1 2017: Berani Berdoa Sungguhan?
Selasa Biasa XIV C/2 2016: Tendang Aja
Selasa Biasa XIV B/1 2015: Bencana & Efek Jera?
Selasa Biasa XIV A/2 2014: Bela Rasa vs Tindakan?

5 responses to “Korban Ritualisme”

  1. mbegitulah Avatar
    mbegitulah

    uraiannya bagus, mo. saya jadi tahu titik temu agama-agama yang berbeda.

    Like

    1. romasety Avatar

      Tengkyu mas Begitulah (hambok dikasih nama untuk ganti begitulah, hahaha…) Semoga titik temu itu memungkinkan kita melihat perbedaan sebagai kekayaan ya… Salam.

      Liked by 1 person

  2. mbegitulah Avatar
    mbegitulah

    kenalkan, mo, saya agung (https://www.facebook.com/firdauzagung).

    ada ayat dalam al-quran yang mirip sekali dengan kalimat romo di atas, apakah itu ayat injil atau bukan, saya kurang tahu 🙂 ini ayatnya: “daging-daging unta dan darahnya itu sekali-kali tak akan dapat mencapai keridhaan allah, tetapi ketakwaan dari kamulah yang dapat mencapainya.” (surah al-hajj ayat 37)

    seorang sufi dari aleksandria, syaikh ibnu athaillah, menulis: “amal perbuatan adalah jasad yang tegak berdiri, sedang jiwanya adalah keikhlasan yang tersembunyi di dalamnya.” tanpa keikhlasan maka amal-amal ibarat makhluk yang kehilangan nyawa. kita menyebutnya mayat, atau bangkai.

    Like

    1. romasety Avatar

      Oalaaah mas Agung…. nama itu tenar sekali loh (orangnya juga toh?). Nanti saya request deh. Terima kasih quote nya. Bunyi verbatimnya beda tapi saya kira ide dasarnya terhubung: Jika memang kamu mengerti maksud firman ini: “Yang Kukehendaki ialah belas kasihan dan bukan persembahan, d tentu kamu tidak menghukum orang yang tidak bersalah” (Injil Matius 12:7) atau yang dekat dengan teks rujukan posting ini “Sebab Aku menyukai kasih setia, dan bukan korban sembelihan, dan menyukai pengenalan akan Allah, lebih dari pada korban-korban bakaran” (Kitab Hosea 6:6) dan “Jawab Samuel,”Apakah TUHAN itu berkenan kepada korban bakaran dan korban sembelihan sama seperti kepada mendengarkan suara TUHAN? Sesungguhnya, mendengarkan lebih baik dari pada korban sembelihan memperhatikan lebih baik dari pada lemak domba-domba jantan.” (Kitab 1 Samuel 15:22). [Kalau bukan karena internet, mungkin saya butuh seharian untuk menemukan teks-teks itu, haha… maturnuwun]

      Liked by 1 person

      1. mbegitulah Avatar
        mbegitulah

        sami-sami, mo. senang ngomentarin kalimat panjenengan tanpa sungkan. berkat internet juga ini. hehe, salam …

        Like

Previous Post
Next Post