Meskipun saya tak menonton opera sabun tahun 80-an, saya tahu ada drama seri TVRI yang tayang malam hari berjudul Dynasty. Tentu isinya intrik-intrik dalam dinasti keluarga, dan kalau belakangan ini istilah politik dinasti jadi populer, mungkin juga karena intrik-intrik dalam keluarga semakin populer dalam politik. Entahlah, tak usah dimasukkan hati.
Saya menulis ini juga karena sentimen keluarga sih: keluarga mahasiswa. BEM kampus, tempat saya sekolah, terlibat polemik dengan seorang tokoh partai orang muda lantaran tak setuju putusan MK. Beritanya ada di tautan ini. Saya tak akan nimbrung kasus MK-nya, tetapi saya comot info saja dari ChatGPT dengan kata kunci ‘politik dinasti’ supaya orang tak memelihara paham sesat mengenai politik dinasti. Soalnya, diam-diam, bisa jadi orang secara sederhana, karena malas berpikir atau tak berminat membaca, menyamakan politik dinasti dengan politik kerajaan. Akibatnya, dengan segala hormat, bisa jadi kota tempat saya tinggal ini dijuluki kota berpolitik dinasti. Mungkin ada betulnya, tetapi mungkin tidak seperti yang dipikirkan banyak orang.
Begini kata ChatGPT dalam akun saya:
“Politik dinasti mengacu pada praktik kekuasaan dan pengaruh politik yang diturunkan dalam sebuah keluarga dari satu generasi ke generasi berikutnya. Dalam konteks politik, hal ini sering kali melibatkan anggota keluarga tertentu yang memegang posisi otoritas yang signifikan, seperti jabatan terpilih atau peran kepemimpinan dalam partai politik, dalam jangka waktu yang lama.
Politik dinasti dapat terwujud dalam berbagai cara, termasuk:
- Peran Kepemimpinan yang Diwariskan:
Anggota keluarga politik mewarisi posisi kepemimpinan di dalam partai atau pemerintahan. Hal ini dapat melibatkan seorang anggota keluarga yang menggantikan anggota keluarga lainnya dalam peran politik yang penting, seperti presiden, perdana menteri, gubernur, atau walikota. - Pengaruh Politik: Meskipun anggota keluarga tidak memegang posisi formal, mereka mungkin memiliki pengaruh yang cukup besar di belakang layar dalam proses pengambilan keputusan, pembuatan kebijakan, atau urusan partai.
- Partai Dinasti: Beberapa partai politik menjadi identik dengan keluarga tertentu, di mana anggota keluarga mendominasi struktur kepemimpinan dan pengambilan keputusan partai.
- Nepotisme: Praktik mengutamakan kerabat atau teman dekat dalam berbagai aspek, seperti penunjukan posisi politik, jabatan pemerintah, atau peran partai.
Politik dinasti dapat ditemukan di berbagai negara dan di berbagai sistem politik. Beberapa pihak berpendapat bahwa memiliki keluarga politik yang berpengalaman dapat memberikan stabilitas dan kesinambungan, sementara pihak lain mengkritiknya sebagai tidak demokratis, dengan alasan bahwa hal ini membatasi kesempatan bagi pemimpin baru dan melanggengkan konsentrasi kekuasaan di dalam sekelompok keluarga tertentu. Perdebatan mengenai politik dinasti sering kali berkisar pada masalah meritokrasi, perwakilan demokratis, dan potensi korupsi dan favoritisme.”
Nah, rupanya substansi politik dinasti tidak terletak pada bentuk pemerintahan, tetapi bagaimana tata kelola masyarakat itu dijalankan. Bagaimana tata kelola pemerintahan dijalankan dalam politik dinasti?
Mungkin Anda pernah dengar nama Louis XIV yang kira-kira mengklaim dirinya sebagai sumber hukum yang jadi pondasi negara. “L’État, c’est moi” (baca saja: léta sémwa). Kalau mau omong soal hukum, soal negara, “Negara adalah diriku, hukum adalah aku.” Semua hukum tunduk padaku. Akulah tolok ukur hukum.
Nah, kalau seorang sultan menata wilayahnya dengan tabrak sana-sini hukumnya demi menjaga kelangsungan dinastinya, dia berpolitik dinasti. Akan tetapi, jika jabatan sultannya diturunkan sebagai warisan dinasti dan hukum keistimewaan memang menyetujui hal itu, pokok persoalannya bukan politik dinasti, melainkan hukum keistimewaannya.
Lha, kalau sultan memang menempatkan keponakannya yang ahli hukum supaya tidak ada orang yang mempersoalkan hukum keistimewaannya, itu bisa jadi politik dinasti; atau, kalau sultan mau berpolitik dinasti, ia bisa minta anaknya untuk langsung jadi ketua partai istimewa yang menjamin proyek keluarganya; atau, kalau rezim orde lalu ingin kembali lagi dengan menempatkan kerabatnya dan mempermainkan hukum supaya rezim itu berkuasa lagi, itu juga contoh politik dinasti.
Maka, mungkin ada baiknya pemimpin itu mengerti hukum, bukan untuk mengobrak-abriknya, melainkan untuk menyempurnakannya supaya celah-celah politik dinasti bisa dikurangi, syukur-syukur ditutup semua.
