Gula

Published by

on

Ini catatan lanjutan orang kemropok. Menurut tautan ini, harga acuan penjualan (HAP) gula di tingkat eceran di bulan Mei ini naik 3000 rupiah menjadi 17.500-18.500 rupiah. Entah berapa kiranya harga eceran gula di Papua [bisa jadi nyaris dua kali lipatnya]. Konon, harga acuan ini bersifat sementara, sampai akhir Mei 2024.

Lucunya, menurut tautan ini, harga gula di mancanegara itu malah turun loh! Di situs FAO ditunjukkan bahwa indeks harga gula rata-rata turun sekian poin karena produksi gula yang melimpah di beberapa negara penghasil gula; konon, tambah lagi dengan kurs mata uang Brazil yang melemah terhadap dollar Amerika.

Alhasil, menurut tautan ini, harga gula dunia bulan lalu itu USD 0,452 per kilogram, sekitar 7000 rupiah. Nah, andaikanlah bulan lalu, Anda pinjam modal 10 milyar rupiah habis untuk impor 1000 ton gula, dan bulan ini Anda menjualnya ludes per kilo 18.500 rupiah saja, berapakah laba yang Anda peroleh?
Mari hitung secara gampang. Pinjaman modal Anda itu 10 milyar, untuk 1000 ton alias sejuta kilo. Per kilonya Anda keluarkan 10 ribu rupiah. Anda dapat laba 8.500 rupiah per kilo, dan jika dikalikan satu juta kilo, itu artinya Anda peroleh laba 8,5 milyar rupiah. Keren, kan? Anda pinjam 10 milyar, kembali dalam waktu sebulan dengan untung 8,5 milyar!

Itu baru seribu ton. Katanya, bulan April lalu, impor gula itu mencapai 600.000 ton (dari rencana 5,4 juta ton menurut tautan ini). Yang artinya, jika Anda punya hak impor gula sebanyak itu, Anda meraup untung 5,1 trilyun rupiah. Keren, bukan? Di saat produksi gula dalam negeri nihil dan harga menjulang, Anda menikmati penjualan dengan harga tinggi sebelum produksi gula bulan depan meningkat dan keran impor ditutup (di sini tautannya). Dengan begitu, Anda jadi tajir karena memungut uang jutaan warga yang mungkin sebagian besarnya menggerutu, terpaksa membeli gula dengan kenaikan harga 3000 rupiah atau lebih karena sungguh butuh.

Pertanyaannya, siapakah yang memberi hak Anda untuk impor gula? Bagaimana dia ini bisa memberi Anda hak untuk mengimpor gula? Apa trade off-nya ya?

Lagi-lagi ini perkara aturan main, dan kalau penguasa tak punya legitimasi etis, aturan bisalah dimainkan untuk menguntungkan siapa saja yang bisa menguntungkan pembuat aturan main itu. Ini baru perkara impor gula ya; gimana dengan impor barang kebutuhan primer lainnya? Dengar-dengar, akan ada juga aturan yang memungkinkan organisasi massa keagamaan dapat izin usaha tambang. No comment dulu deh

Previous Post
Next Post