Veni Creator Spiritus

Published by

on

Saya tidak tahu apa yang dilukis beliau di depan papan informasi salah satu spot di Villa Adriana. Saya tidak menanyakannya setelah memotretnya dari kejauhan. Saya tidak ikut melayatnya hari ini, di tempat biasa saya melayat para senior. Saya hanya hendak menyodorkan beberapa sketsa yang saya peroleh dari sekeliling.

  1. Metromini
    Om saya untuk kesekian kalinya menceritakan pengalamannya berjumpa dengan Pak Mudji ini, seakan-akan saya perlu mendengar berkali-kali untuk memercayai ceritanya. Om saya ini terpukau pada Pak Mudji karena di atas Metromini itu dia mendapat sapaan dan obrolan sedemikian sehingga sampai pada salam kepada keponakannya. Saya terima salam itu lewat cerita yang begitu heboh. “Ingatase anggota KPU (Komisi Pemilihan Umum RI), beliau tidak memanfaatkan fasilitas, tetapi memilih naik Metromini.” Lha iyalah, Metromini kan angkutan umum, bliyo anggota pemilihan umum, jadi ya milih yang umum dong
  2. Piccolomini
    Sekitar 17 tahun lalu, seorang kawan dari Madagaskar mempertanyakan kehadiran Mudji di kampus Gregoriana, Roma (yang memang adalah almamaternya). Dia bertanya apakah si piccolomini (karena badannya lebih kecil dari saya) ini dosen saya. Saya bertanya balik kenapa dan dia bercerita tentang apa yang dibuat Mudji ini di perkuliahannya. “Dia tidak pernah memperhatikan penjelasan dosen dan sibuk menggambar, tetapi saat dia melontarkan pertanyaan, baru ketahuan bahwa dia menyimak materi kuliah dan menghangatkan diskusi.” Teman saya ini terpukau karena Mudji begitu pintar di balik tampilannya yang tak meyakinkan sebagai dosen. Lha iyalah, piccolomini memang merujuk pada penampilan yang kecil, bukan pada keterampilan berpikir dan keterampilan lain-lainnya kan?
  3. Gemini
    Kata Gemini, legacy Romo Mudji ini adalah intelektual di altar kehidupan, yang menghidupi seni sebagai perjalanan spiritual dengan moto “Urip iku murup” (hidup itu mestilah memantikkan api). Nah, saya tak tahu apakah bliyo sempat menonton film Menyala Pantiku. Yang jelas, beliaulah yang pertama kali membaca draf buku Saat Tuhan Tiada dan meminta saya menerbitkannya di Penerbit Kanisius, dan ndelalahnya terbit juga, 25 tahun lalu.

Caro Padre, nonostante tutto, lo Spirito sia sempre con te verso Dio. Amen.

No Comment

Previous Post