Rohana

Published by

on

Ketika tahun lalu saya lontarkan apa yang disinyalir oleh pelaku usaha mengenai merosotnya daya beli masyarakat, ada yang menyanggahnya dengan kenyataan bahwa orang-orang tetap banyak memadati mal. Penyanggah ini, yang tentu tidak cuma satu dan bisa jadi diehardnya status quo, seperti tidak punya nalar untuk membedakan antara berkunjung dan belanja ya? Bahwa belakangan ini populer istilah ‘rombongan hanya nanya’ di mal semestinya jadi afirmasi terhadap merosotnya daya beli masyarakat.

Saya tidak hendak menyodorkan suramnya keadaan, tetapi memperlihatkan bagaimana ‘musuh’ memang dapat menyelinap di saat orang terlena entah oleh euforia, data yang dimanipulasi, atau kebutuhan psikis yang begitu kuat memengaruhi cara merasa, berpikir, dan bertindak seseorang. Perumpamaan dalam teks bacaan utama hari ini menunjukkan bagaimana ambiguitas hidup berjalan dari waktu ke waktu dan orang baik tidak diminta untuk menghancurkan kejahatan, tetapi untuk mempertahankan, menjaga saja kebaikan yang diperjuangkannya.

Tidak saya ketik caption yang saya sodorkan bagi posting kemarin, tetapi berlaku juga di sini: orang baik merajut kehancurannya bukan dengan kebaikannya, melainkan dengan kedunguannya. Dalam konteks hidup sekarang, kedunguan itu bisa direpresentasikan dengan aneka polesan yang mempercantik tampilan tetapi menyembunyikan kekeroposan. Kedunguan itu termanifestasikan dalam ambisi besar yang tak terdukung pondasi yang kokoh. Mungkin saja, menunjukkan letak kedunguan bisa jadi jalan untuk menjaga supaya kebaikan tetap bertumbuh subur.

Tuhan, mohon rahmat kebijaksanaan supaya pilihan-pilihan kami memperkuat tautan pada pondasi cinta-Mu. Amin.


SABTU BIASA XVI C/1
26 Juli 2025

Kel 24,3-8
Mat 13,24-30

Sabtu Biasa XVI C/1 2019: Beauty and the Beast

Previous Post
Next Post