Santo Ignatius tentu adalah anak zamannya, dan dalam arti tertentu mungkin ia memanfaatkan relasinya dengan perempuan sebagai analogi untuk memahami godaan yang pernah menghantuinya:
- Godaan itu bak wanita (apa kaum feminis gak protes terhadap metafora ini ya?): akan melemah jika dilawan tetapi menjadi-jadi jika dibiarkan saja. Oleh karenanya, kalau orang sungguh ingin mengatasi godaan, ia memang perlu tegas, gigih, berani menghadapi dan menentangnya. Seorang gadis yang longgar dengan calon pacarnya bisa jatuh dalam godaan. Semula sudah bertekad paling jauh cium pipi, tetapi memberi peluang pada cium bibir, dan ternyata berujung pada cium lainnya yang berakibat fatal dan “tahu-tahu” ada janin dalam rahimnya. Celakanya, laki-laki yang diberi kelonggaran itu akhirnya pergi meninggalkannya… (lha iya wong mission accomplished kok, dan janin bukan bagian dari misi!!!)
- Godaan selalu cenderung ingin menyembunyikan target utamanya. Godaan dan roh jahat ingin bahwa tipuannya tersembunyi, tidak diungkapkan kepada pembimbing rohani; yang diungkapkan adalah hal-hal lain yang akan dianggap baik oleh pembimbing rohani atau orang yang dianggap bisa membantu. Membuka godaan, kekurangan, cacat, kelemahan memang tidak mudah, tetapi kalau tidak diungkapkan, seseorang bisa menjadi bulan-bulanan roh jahat. Ketidakmauan orang untuk mengaku dosa bisa jadi salah satu indikasi bahwa ada roh jahat yang bersembunyi di sana. “Cuma begitu aja diceritakan, gak usah!”
- Godaan menyerang seperti komandan perang: membidik bagian (ter)lemah. Ya jelas dong; umumnya orang berperang mencari bagian yang lebih lemah, lha kalau menyerang bagian yang lebih kuat, jelas tak mempan. Karena itu, orang yang ingin mengatasi godaan juga diharapkan mengenal kelemahannya sendiri supaya tidak dimanfaatkan roh jahat. Kalau sudah tahu ‘titit gampang lurus’ melihat adegan sensual, kok ya malah icip-icip cari situs porno, lha ya bablas dong, terjerembab dalam godaan yang merampas waktu efektifnya. Sudah tahu kecanduan game online, kok ya malah cuma mau berteman dengan yang hobinya ngegame.
- Godaan bekerja dengan cara mengekstremkan sesuatu: kalau seseorang ceroboh, ia akan dijuruskan supaya semakin ceroboh sehingga tidak lagi peduli pada mana yang baik; kalau seseorang peka, ia akan dibuat terlalu peka sampai akhirnya malah bingung yang benar itu yang mana. Untuk mengatasi godaan seperti ini memang orang perlu hati-hati dan kritis terhadap paham-pahamnya sendiri maupun paham yang ditawarkan kepadanya. Orang yang saleh dibuat semakin sibuk dengan aneka kegiatan ‘suci’ di kapel sehingga tidak bisa pikir mengenai hal lain. Orang yang tak biasa membuat tanda salib sebelum makan lama-lama malah tidak pernah berdoa sebelum makan. “Semua orang begitu, jadi tidak apa-apa toh.”
- Godaan berpola seperti godaan yang disodorkan kepada Yesus: harta, hormat, kuasa. Ketiganya disodorkan kepada Yesus supaya diutamakan di atas harta rohani, hormat kepada Allah, dan kuasa Allah sendiri: menjungkirbalikkan azas dan dasar.
Mengingat sifat-sifat godaan itu, sikap yang diperlukan untuk menghadapinya adalah sikap tegas tanpa kompromi dan berani berkata tidak. Tentu ada baiknya diiringi doa, mohon kekuatan rahmat Allah sendiri supaya dibebaskan dari kejahatan dalam diri orang.
1 reply ›