1. Persiapan Doa (5-15 menit)
Memilih (baca semua secara sepintas lalu memilih salah satu yang dianggap menyentuh hati), menyiapkan bahan doa:
– Rom 7,14-25 (Aku tidak melakukan apa yang kuinginkan, tetapi apa yang tidak kuinginkan)
– Yeh 33,10-20 (Berbaliklah dari cara-caramu yang jahat)
– Luk 18,9-14 (Perumpamaan tentang orang Farisi dan pemungut cukai)
– Mzm 51 (Doa tobat)
Mencari tempat doa yang kondusif, menonaktifkan apa saja yang bisa mendistraksi kegiatan doa.
Mengambil posisi yang paling kondusif untuk berdoa (duduk tegak, bersila, telungkup… tapi mungkin posisi ini nantinya membantu orang untuk tidur)
2. Doanya sendiri (20-60 menit)
- Membaca perlahan-lahan dengan penuh perhatian bahan yang telah ditentukan sebagai bahan doa.
- Memejamkan mata (atau juga kalau sudah terbiasa dan terlatih fokus dengan pandangan pada satu titik di depan) dan membayangkan dalam mata batin setting yang digambarkan dalam teks bahan doa.
Doa persiapan:
Tuhan Yesus, aku mohon rahmat untuk sungguh memahami sifat dosa, akibat-akibat buruknya terhadap diriku maupun orang di sekelilingku; untuk merasa jijik terhadapnya dan merasakan penyesalan yang tulus untuk merajut hidupku dengan keberanian untuk berkembang.
Merenungkan pokok-pokok reflektif:
- Apakah dosa-dosa ‘favorit’ atau pola dosa kesukaanku? Ambillah waktu untuk mengklarifikasi masing-masing!
- Bagaimana dosa-dosa favorit atau pola kedosaanku ini mencerminkan kualitas pilihan dasarku dalam hidup (yaitu arah dan pilihan dasar apakah seluruh hidupku ini ditujukan bagi Allah dan sesama atau terutama hanya untuk diriku sendiri)?
- Bagaimana aku melukai diri dan orang lain dengan dosa-dosa favorit atau pola kedosaan itu? Ingatlah kembali masa-masa ketika aku sungguh melukai diri dan orang lain lewat kedosaanku sendiri.
- Menurutku, apakah akar dosa-dosa favorit dan pola kedosaan itu? Bagaimana aku bisa meretas atau membongkar pola kedosaanku?
- Ada kisah kecil mengenai Santo Hieronimus dan kanak-kanak Yesus, yang bertanya kepada Hieronimus,”Kamu akan memberi kado apa di hari Natal ini?” Hieronimus menjawab,”Tuhan, apa lagi yang bisa kuberikan kepada-Mu? Aku sudah memberikannya semua. Aku sudah memberikan seluruh hidupku.”
Kanak-kanak Yesus menanggapinya,”Masih ada satu hal yang bisa kamu berikan.” “Apakah itu, Tuhan?” tanya Hieronimus, dan Tuhan menjawab,”Berikanlah dosa-dosamu.” Tuing tuing tuing….
Bayangkanlah Tuhan mengatakan itu berulangkali,”Berikanlah dosamu kepada-Ku!”
Melakukan wawancara batin
Mengimajinasikan Kristus yang bergantung di salib atau Bunda Maria dan menyampaikan poin-poin tadi dan mendialogkannya: dosa-dosa kesukaanku dan pola kedosaan yang hidup dalam diriku; dialogkan hal itu dengan Kristus atau Bunda Maria.
Mohon berkat dan rahmat kemurahan hati Allah untuk penyembuhan. Akhiri dengan penyesalan yang tulus, dengan doa Bapa Kami atau Jiwa Kristus atau Salam Maria.
3. Refleksi (5-15 menit)
Mencatat poin-poin penting dalam proses doa:
(1) perasaan-perasaan sebelum doa, pada saat doa, dan setelah selesai doa
(2) insight yang diperoleh dari doa tadi (baik yang bersifat informatif intelektual maupun spiritual)
(3) niat atau dorongan-dorongan yang muncul setelah doa.

2 responses to “Latihan Doa 14: Dosa-dosa ‘favorit’-ku”
Roma 7:14-25 kontradiktif.. Kok malah seperti memaklumkan dosa ya? Tolong Mo, dibantu π
LikeLike
Betul, memang Paulus ‘memaklumkan dosa’, bukan dalam arti dia menganggap wajar, baik, atau boleh saja orang berdosa, melainkan dalam arti bahwa Paulus mendeskripsikan bagaimana hidup orang yang terkuasai oleh logika dosa. Saya kira ini bagian yang oleh Gereja dimengerti sebagai ‘dosa asal’, suatu struktur potensial hidup manusia yang membuat dosa itu terjadi di luar kesadarannya. Maka, Paulus mengatakan dirinya itu maunya ya berbuat apa yang tidak dosa (yaitu yang sejalan dengan Hukum Taurat), tetapi apa daya, dari kemampuan dirinya sendiri (dengan struktur potensial yang rapuh tadi) ia malah melakukan apa yang memuat kedosaan.
Tubuh seakan menjadi penjara jiwa. Menurut Paulus, keterpenjaraan itu berakhir oleh pengenalan akan Kristus. Dengan demikian, wacana dalam perikop ini memang menunjukkan kontradiksi hidup orang ketika ia tak mengenal Kristus (untuk zaman now tak perlu dikaitkan langsung dengan agama Katolik/Kristen): bolak-balik tak akan bisa keluar dari keberdosaannya. Paulus bersyukur karena ia mendapati Kristus sebagai pribadi yang memungkinkannya “lepas” dari tubuh sebagai penjara jiwa. Menurut saya, untuk keluar dari kungkungan ‘dosa asal’ itu tadi, orang tak bisa mengandalkan kekuatannya sendiri, yang dijelaskan Paulus sebagai sumber kontradiksi. Orang perlu mengandalkan rahmat. Semoga sedikit membantu.πππ
LikeLiked by 1 person