Ampunilah Es Krim

Hanya orang yang sudah selesai dengan dirinya sendirilah yang bisa menjadi murid sesungguhnya dari Guru dari Nazareth. Tentu saja, karena Guru dari Nazareth sudah selesai dengan dirinya sendiri. Mengikuti Guru seperti ini dengan beban kepentingan narsistik (yang menurut KBBI ditandai dengan sikap arogan dan egois) hanya akan membuat murid yang pecicilan cari perhatian atau pengakuan. Siapa orang yang sudah selesai dengan dirinya sendiri?

Dalam teks bacaan pertama disodorkan sosok Daud, yang punya kesempatan besar untuk menghabisi Raja Saul yang rupanya memandang Daud sebagai kompetitornya. Sebelumnya Daud juga punya kesempatan untuk membunuh Raja Saul di sebuah gua saat kelelahan mengejar Daud, tetapi Daud hanya memotong jubah Saul yang tidur. Daud tidak berpikir mengenai ambisi pribadinya, dan ia juga tidak mengikuti usulan pengikutnya untuk menghabisi Raja Saul. Bagi Daud, Raja Saul adalah raja yang sah, yang legitimate, betapapun raja ini iri hati kepada Daud dan hendak menumpas kelompoknya. Daud membalik peribahasa mainstream air susu dibalas air tuba: ia membalas air tuba dengan air susu.

Bagaimana mungkin orang bisa membalas air tuba dengan air susu?
Disinggung dalam bacaan ketiga: cinta nan mengampuni, yang darinya bisa mengalir kemampuan untuk mencintai bahkan musuh atau orang yang membenci si pencinta. Terdengar beratlah nasihat Guru dari Nazareth ini. Akan tetapi, kesan berat itu bisa jadi cuma karena orang salah paham karena kualitas mencintai musuh tidak sama dengan sebagaimana orang mencintai teman. Kata kerja yang dipakai dalam nasihat ini dalam bahasa Yunani klasik tergolong kata kerja langka: ἀγαπάω alias agapao yang berbeda daripada mencintai sebagai teman. Cinta macam begini menjadi disposisi orang yang melampaui tendensi natural mata ganti mata, gigi ganti gigi, nyawa ganti nyawa. Ini tidak mungkin terjadi tanpa disposisi untuk mengampuni orang lain.

Lha, mengampuni itu juga terhubung dengan bagaimana orang menghakimi yang lainnya, maka nasihat lainnya berkenaan dengan bagaimana orang menghakimi: orang mesti membedakan hal yang dihakimi dari orang yang dihakimi. Sering orang mencampuradukkan keduanya sehingga terjadilah kekerasan brutal seperti dulu terjadi pada awal Orde Baru: pembunuhan massal terhadap mereka yang teridentifikasi sebagai anggota partai terlarang, PKI. Itu mengapa sebagian gerombolan memakai isu PKI, tetapi untunglah pemerintahan sekarang lebih berhati-hati dalam hal ini sehingga misalnya meskipun HTI resmi dilarang, tak terjadi pembantaian massal. Ini memang bisa jadi contoh air tuba dibalas air susu, yang menimbulkan rasa gemes dalam diri orang karena maunya air tuba ya dibalas dengan air tuba beracun.

Nasihat untuk mengampuni (ἀπολύετε) dalam teks bacaan ketiga hari ini bernuansa seperti melelehnya es krim dari tangkainya. Tiada orang luput dari kesalahan, tetapi kesalahan-kesalahan itu tak pernah bisa dilekatkan selamanya kepada pribadi tertentu. Ini tidak menyangkal bahwa pribadi tertentu melakukan kesalahan ABCDE, tetapi kesalahan itu comes and goes. Maka setiap orang beriman sudah selayaknya mohon kekuatan Allah supaya kesalahannya itu tidak jadi permanen dalam hidupnya. Mulialah orang yang memberi ruang supaya orang lain tidak menjadikan kejahatannya permanen dalam dirinya. Inilah orang yang bisa membalas air tuba dengan air susu. Contohnya zaman now: Jokowi. Semoga semakin banyak orang menjadi Jokowi.

Tuhan, mohon rahmat cinta nan mengampuni. Amin.


HARI MINGGU BIASA VII C/1
24 Februari 2019

1Sam 26,2.7-9.12-13.22-23
1Kor 15,45-49
Luk 6,27-38