Do(mi)nasi

Published by

on

Orang beragama yang naif begitu yakin bahwa ia hidup melaksanakan kehendak Allah sejauh sesuai dengan kehendaknya. Tidak mengherankan, di negeri kokononohaha penguasanya jelas beragama, baik di ktp maupun di tempat ibadat, tetapi kekuasaan itu dijalankan bukan demi kemuliaan Allah, melainkan kemuliaan dirinya, atau, kemuliaan Allah yang sudah diadaptasi dengan kemuliaan dirinya. Penguasa seperti itu, bahkan setelah lengser dari kekuasaannya, memahami kemuliaan Allah adalah perkara dominasi Allah; sekali lagi, dominasi Allah yang sesuai dengan dominasi dirinya.

Teks bacaan utama hari ini menggarisbawahi bahwa kemuliaan Allah bukanlah perkara dominasi, bukan top-down, melainkan donasi yang memerdekakan orang, bottom-up sifatnya. Tidak ada paksaan dalam agama, dalam relasi dengan Allah. Iya sih, orang naif akan menggantinya, menyeret kehendak Allah supaya cocok dengan kehendaknya, kebiasaannya, adatnya, kulturnya, dan seterusnya.

Pesta dan bacaan hari ini menyodorkan keluarga kecil Yesus-Maria-Yosef sebagai model bagaimana kemuliaan Allah tidak diidentikkan dengan dominasi, tetapi dengan donasi. Janganlah terkecoh oleh narasi yang disodorkan penulis Lukas seakan-akan Yesus ini kurang ajar terhadap kedua orang tuanya, seakan-akan ia bandel dan tak peduli dengan perilakunya yang merisaukan kedua orang tuanya karena tidak ikutan pulang bersama rombongan papa mamanya.

Tidak ikutnya Yesus kembali bersama kedua orang tuanya perlu dilihat sebagai refleksi penulis Lukas terhadap beberapa pokok penting dalam keluarga kecil ini. Pertama, Yesus sudah dibiasakan sejak kecil dengan tradisi religius Yahudi oleh kedua orang tuanya. Sosok bapak, terutama, sangat kental dengan penerusan tradisi religius. Anda masih ingat, bukan, bahwa Zakharia punya peran besar dalam menamai anaknya, dan reaksi tetangganya yang terheran-heran dengan nama yang diberikan Zakharia karena nama Yohanes bukanlah nama lazim dalam trah mereka?

Saya kira bukan poinnya bahwa Yesus mbalelo, melainkan bahwa sudah sejak masa kecilnya, Yesus tahu bahwa bisnisnya adalah bisnis Bapanya, bukan lagi Pak Yosef, melainkan Bapa yang oleh kebanyakan bangsanya disebut Yahwe (yang sebetulnya juga tidak tepat disebut Yahwe, gak boleh menyebut bahkan nama-Nya karena begitu sucinya). Itu mengapa Yesus digambarkan sebagai pribadi yang seakan tak sopan atau tak tahu diri karena bertanya pada papa-mamanya ngapain ribet ngurusin dia.

Anda dan saya kiranya masih ingat bagaimana waktu tiga hari pencarian seperti dilakukan perempuan setelah Yesus wafat dan dimakamkan. Pada hari ketiga mereka mencari Yesus di makam. Nah, salah alamat! Mencari Yesus semestinya bukan di kuburan yang kosong mlompong, melainkan di kehidupan serupa kepompong, yang siap mengalami metamorfosis. Tentu saja, keberbukaan pada kebaruan itu menjijikkan bagi para pemangku kepentingan status quo dengan segala pemandu soraknya.

Yesus tidak begitu saja melawan tradisi yang ditularkan ayahnya. Ia hanya menunjukkan bahwa baik kedua orang tuanya maupun dirinya sendiri mestilah mengutamakan Allah yang disebutnya Bapa. Alhasil, semua pilihan mereka sewajarnya diukur dengan seberapa jauh Allah menjadi utama dalam hidup. Dengan begitu, tidak ada tempat untuk Yusuf menentukan anaknya kelak jadi tukang kayu atau tukang batu. Yesus pun tidak memaksakan dirinya tinggal di Yerusalem demi urusan Bapanya: ia tetap kembali ke tradisi keluarga Yahudi, dibesarkan oleh Yusuf dan Maria. Maria, yang tidak paham dengan interplay antara putra dan sang ayah simbol tradisi, menyimpannya dalam hati untuk berupaya memahaminya.

Yusuf dan Maria mendonasikan hidup mereka yang pada gilirannya menjadi model Yesus untuk beriman. Donasi bukan lagi perkara bagi-bagi uang bin bansos, melainkan memberi ruang bagi kemunculan hal baru demi kemuliaan Allah yang lebih besar: yang memperluas kemungkinan seorang anak untuk berkembang, yang membesarkan harapan orang untuk berkontribusi dalam hidup, yang kerjanya seperti bidan; memberdayakan orang untuk mengeluarkan tenaga dari dalam supaya muncul kehidupan baru.

Tuhan, mohon rahmat untuk meminimalkan dominasi dan memaksimalkan donasi diri kami supaya sesama pun memperoleh martabat kemerdekaan dalam hidup berkeluarga. Amin.


PESTA KELUARGA KUDUS: YESUS, MARIA, YOSEF
(Hari Kelima Natal Tahun C)
Minggu, 29 Desember 2024

1Sam 1,20-22.24-28
1Yoh 3,1-2.21-24
Luk 2,41-52

Posting 2018: Agama Munafik
Posting 2015: Kitorang Keluarga Allah

Previous Post
Next Post