Bayar 3x!

Published by

on

Salah seorang pembaca blog ini melontarkan pertanyaan yang mungkin berasal dari kegemasannya kepada mereka yang di negeri itu begitu njarak, dengan sengaja menginjak-injak nurani. Wujudnya terlihat dalam produk hukum dan penegakannya yang plinthat-plinthut. Pertanyaannya: apakah ini harus kita lawan? Jawaban saya afirmatif: ya harus kita lawan!
Tapi gimana melawannya ya, Rom?
Ya misalnya dengan mengikuti pedoman dalam teks bacaan utama hari ini: kasihilah musuhmu!
Blaik, pedoman macam mana pula? Wong melawan kok malah dengan mengasihi musuh! Mustahillah, Mo!

Yang bikin mustahil tuh bukan mengasihi musuhnya, melainkan pikiran Anda sendiri.🤭
Pada umumnya orang tidak membedakan antara seorang pribadi dan perbuatannya, bahkan kalau pun membedakannya, tetap melekatkan keduanya. Perbuatan bisa mendefinisikan orang: I am what I eat, I am what I wear, I am what I do, dan seterusnya. Tak mengherankan, orang dengan mudah menghakimi tetangganya sebagai koruptor (karena bolak balik korupsi) atau maling (karena kerap mencuri) atau alim (karena sering terlihat begitu saleh), dan sebagainya. Padahal, bisa jadi memang yang bersangkutan ya pas saat-saat itu saja apes ketahuan korupsi atau pas kelihatan saleh.

Singkatnya, yang kita lawan bukan per se orangnya, melainkan kelakuannya. Sudah saya singgung dalam posting enam tahun lalu (Ampunilah Es Krim), mandat pengampunan itu mengasumsikan nuansa melelehnya es dari gagangnya. Jika es adalah kelakuan, gagang es adalah orangnya. Maka, mengasihi musuh adalah mengasihi gagang es; membiarkan esnya lumer dan lepas dari gagangnya.
Iya, tapi gimana melawannya, Rom? Mosok mesti tanya dua kali?
Ya dengan melakukan yang kosok balen, yang berkebalikan. Mother Teresa tentu tidak melawan orang-orang yang mengabaikan kaum lemah, tetapi tindakannya merawat orang-orang tersingkir jelas melawan tindakan orang-orang yang mengabaikan kaum lemah. Yesus yang makan bersama pemungut cukai yang dibenci orang-orang Yahudi dan dicap sebagai pendosa, memang tidak menyerang mereka yang menyingkirkan pemungut cukai, tetapi tindakannya makan bersama pendosa jelas melawan tendensi eksklusivitias pemuka agama Yahudi.

Dengan begitu, Anda tak perlu misalnya mendatangi menteri mbahlul dan mencekik lehernya. Cukuplah Anda menyuarakan nurani, mengungkap kebenaran, pun kalau itu hanya tagar Indonesia pětěng ndhědhět bin gelap gulita atau sekadar bersenandung bayar 3x dan tak usah minta maaf; mosok dah bayar kok malah minta maaf. Melawan musuh berarti melawan kelakuannya dengan melakukan hal yang bertentangan dengan kelakuan musuh; dan begitulah mencintai musuh. Jika Anda mengalami represi karena cinta seperti ini, itu pertanda Anda on track dalam nurani Anda. Perkara Anda tahan atau tidak, itu persoalan lain.

Tuhan, mohon rahmat ketekunan untuk mencintai musuh dengan mempersaksikan hati nurani dalam cinta-Mu. Amin.


HARI MINGGU BIASA VII C/1
23 Februari 2025

1Sam 26,2.7-9.12-13.22-23
1Kor 15,45-49
Luk 6,27-38

Posting 2022: Menanggung Ketidakadilan
Posting 2019: Ampunilah Es Krim

Previous Post
Next Post