Salah satu maksud orang beriman adalah supaya ia bisa melakukan transformasi sosial. Anda dan saya bisa saja mengabaikannya dengan semata berlindung di balik tokoh dan nama besar agama. Dalam bahasa psikologi rohani, ini diistilahkan sebagai nesting, bersarang. Memang, ini masih mending daripada sekelompok orang yang memanfaatkan agama untuk pansos, tetapi nesting tetaplah bukan maksud hakiki orang beriman.
Teks bacaan utama hari ini mengisahkan seorang bapak yang anaknya sudah sekian lama mengalami sakit seperti orang kerasukan roh jahat. Ia sudah meminta murid-murid Yesus untuk menyembuhkannya, tetapi mereka tak berkutik. Tambah lagi, ketika bicara di depan guru para murid yang tumpul itu, bapak ini sama-sama menunjukkan ketumpulannya dengan mengatakan,”Kalau engkau dapat berbuat sesuatu, plis help mi.” Orang yang bersarang macam begini bertendensi cari aman dan bahkan kehilangan kepercayaannya. Baru setelah dipersoalkan Yesus, ia buru-buru meralatnya “Ya percaya, wis. Bantulah aku yang kurang percaya ini.”
Orang yang bersarang seperti ini, sampai masa tuanya tetap mencari pengakuan diri, menghindari keterlibatan yang menuntut kepercayaan, harapan, dan effort untuk mentransformasi dirinya. Orang begini bisa tampak begitu saleh dengan keyakinan bahwa Tuhan sedang merenda masa depan yang cerah buat Anda dan saya dan kelak pada waktunya masa depan cerah itu akan mak bress bak hujan deras yang jatuh dari langit. Anda dan saya kaya raya, bergelimangan harta, tinggal pungut bunga deposito, dan seterusnya. Orang yang bersarang begini juga tampak alim lantaran dalam doanya ia menyimpan keyakinan bahwa mungkin Tuhan punya prioritas lain dalam hidup ini supaya segalanya indah pada waktunya.
Intinya ialah bahwa orang yang bersarang itu jadi sedemikian oportunis dan tak pernah sungguh-sungguh seperti bapak tadi yang bergumul dengan kekurangpercayaannya. Orang yang bersarang dalam agamanya keukeuh mencongak, mendikte jawaban Allah dalam hidupnya dan kalau Allah menjawabnya tak sesuai dengan apa yang didiktekannya, orang terus bersarang dan meyakini bahwa doa yang belum terjawab itu hanyalah keberhasilan yang tertunda. Lha emangnya hidup ini punya mbahmu, po?
Jika psikologi rohani itu diperluas dalam perspektif sosial, lagi-lagi orang yang bersarang dalam agama itu tak lain ialah mereka yang membela mati-matian status quo kekuasaan, yang bisa bikin orang tergulung oleh post power syndrome. Sudah mantan masih pula cawe-cawe seakan negeri sak ndondlang ini memang kepunyaan mbahmu.
Tuhan, mohon rahmat kejernihan hati dan budi untuk memperluas zona nyaman kami dalam tuntutan keadilan cinta-Mu. Amin.
SENIN BIASA VII C/1
24 Februari 2025
