Tubuh Kristus Kok Dimakan…

 Omongan soal Tubuh dan Darah Kristus dalam sejarah menimbulkan ketegangan dan kesalahpahaman. Sebagian orang mengidentikkan roti dan anggur sebagai daging dan darah Yesus sendiri. Pemahaman literal ini bisa menyesatkan baik untuk jemaat Katolik maupun non-Katolik. Yang Katolik menganggapnya sebagai hosti dan anggur yang punya kekuatan magis sebagai daging dan darah Yesus setelah dikonsakrir imam, yang non-Katolik menganggapnya sebagai objek kanibalisme (lha iya wong orang makan daging orang).

Kedua kelompok ini menempatkan Tubuh dan Darah Kristus sebagai bahan kajian intelektual, sebagai objek studi sebagaimana orang mempelajari matematika, ilmu komputer dan ilmu alam pada umumnya. Padahal, Tubuh dan Darah Kristus tentulah sebuah misteri yang jelas melibatkan subjek pengamatnya, sebagaimana orang mengalami cinta: sedikit banyak sikap subjek memengaruhi gagasan mengenai objeknya. Alih-alih berfokus pada Tubuh dan Darah Kristusnya, mari memahami tindakan “makan” Tubuh Kristus itu.

Dalam pelajaran Biologi ada istilah asimilasi tumbuhan; dalam pelajaran sosiologi pun ada istilah asimilasi sebagai proses peleburan budaya atau pengurangan perbedaan demi kebudayaan bersama; bahkan dalam pelajaran PKn juga dikenal istilah asimilasi sebagai pencampuran harmonis. Pengertian-pengertian ini bisa memperkaya pemahaman mengenai tindakan makan yang sebetulnya jauh lebih kompleks daripada sekadar mengunyah sesuatu dan menelannya hingga masuk ke dalam usus dan lambung. Sehingga, tindakan makan sebetulnya adalah tindakan asimilasi. Apa yang diasimilasi?

image67

Injil Yohanes menyodorkan Kristus sebagai roti kehidupan yang turun dari Surga, lebih dari sekadar manna pada masa pengungsian. Apa maksud roti hidup ini kok kalau orang makan daging dan minum darah-Nya lantas orang mendapat hidup kekal?

Orang bisa terpeleset memahami: hosti jadi daging, dan anggur jadi darah! Memang begitulah yang diajarkan dalam Gereja Katolik, tetapi itu perlu dimengerti dalam konteks communio. Surat Paulus kiranya lebih membantu daripada Injil Yohanes: Bukankah roti yang kita pecah-pecahkan adalah persekutuan dengan tubuh Kristus? Tidak dikatakan bahwa roti yang kita santap adalah tubuh Kristus, tetapi adalah PERSEKUTUAN dengan tubuh Kristus!

Loh, berarti omong kosong dong perubahan roti dan anggur menjadi tubuh dan darah Kristus, Romo? Roti dan anggur tetap roti dan anggur, kan? Iya, rupa atau penampakannya memang roti dan anggur, tetapi hakikatnya jadi Tubuh dan Darah Kristus karena persekutuan iman kepada Kristus itu sendiri! Wah, Romo mbingungi!

Sewaktu persiapan persembahan, imam mendaraskan doa supaya roti dan anggur itu nantinya jadi santapan dan minuman kehidupan. Itu pasti lebih kompleks dari makanan jasmani, bukan? Yang disasar umat saat menerima Tubuh dan Darah Kristus adalah persekutuan (communio) iman mereka yang percaya pada Kristus. [Maka, yang tepat sebetulnya bukan ‘menerima komuni’, melainkan ‘berkomuni’] Ini adalah tindakan makan yang sesungguhnya: mengasimilasi Kristus sebagai sumber kehidupan, mengenakan lifestyle Kristus.

Maka, sikap hormat saat komuni tidak dilandasi oleh anggapan magis terhadap hostinya, tetapi oleh niat manusia rapuh untuk bersekutu dengan sumber kehidupan, yang hendak mengamini lifestyle Kristus dengan mengasimilasi nilai-nilai yang ditawarkan-Nya.Nah, kalau sudah tahu ide komuni begitu, ngapain misa segala, yang penting kan berusaha mengasimilasi lifestyle tadi?

Iman bukan ideologi, bukan semata kualitas intelektual: itu juga menyentuh indera manusia. Asimilasi lifestyle Kristus juga mesti tampak dalam wujud jasmani. Karena roti adalah satu, maka kita, sekalipun banyak, adalah satu tubuh, karena kita semua mendapat bagian dalam roti yang satu itu: itulah communio, asimilasi lifestyle Kristus dalam kebersamaan.


HARI RAYA TUBUH DAN DARAH KRISTUS A/2
22 Juni 2014

Ul 8,2-3.14b-16a
1Kor 10,16-17
Yoh 6,51-58

2 replies