Hari ini Yesus tampak konyol; mosok mengecam kota! Di mana-mana yang menjadi biang bencana, kalau bukan alam ya orang dong! Yang bisa disalahkan pastilah walikota, gubernur, tukang sapu, sopir-sopir, penebang pohon, pengusaha properti dan lain-lainnya! Pokoknya orang, bukan barang! Mengecam orang itu oke karena memang oranglah yang bisa salah, bukan jalanan, bangunan, pohon, dan sejenisnya; mengecam negara, kota atau kecamatan atau kelurahan tentu jadi konyol!
Tenang dulu, brow, jangan ngegas gitu dong. Kalau berhadapan dengan orang gila dari Nazaret itu, kita perlu berpikir jernih, jangan mengikuti hawa nafsu. Memang biasanya Yesus juga menujukan kritik kepada orang, bukan kepada barang (meskipun toh ia pernah sukses mengutuk pohon ara). Akan tetapi, kali ini ada hal lain yang disasarnya. Apa itu?
Sebuah kota, dalam perspektif Yesus, adalah representasi suatu jalinan relasi sekelompok orang yang bertanggung jawab satu sama lain. Maaf, bukan karena saya fans timnas Jerman, kolektivitas adalah filosofi di balik kinerja juara Piala Dunia 2014 itu, dan itulah yang disasar Yesus: kota, sebagaimana sebuah tim sepakbola, adalah kolektivitas orang. Bagaimana kota itu berfungsi bergantung pada esprit de corps orang-orang di dalamnya, apakah terisi oleh nilai keselamatan kolektif atau individual.
Dua kota yang dikecam Yesus rupanya tak punya mental kolektif yang terbuka pada kepentingan bersama sehingga warta keselamatan Yesus tak berdampak di sana. Orang yang melihat kesembuhan orang lain karena sentuhan Yesus tak membuka hati untuk percaya kepada Allah yang hadir bagi manusia: ya beruntung dia sembuh, kebetulan saja dia mengalami mukjizat, tapi tiap orang harus mencari peruntungannya sendiri-sendiri. Orang tak percaya bahwa keselamatan itu sifatnya kolektif.
Kepercayaan dalam istilah umum adalah soal mempunyai ide atau pendapat mengenai sesuatu. Ini adalah utak-atik-otak. Bacaan pertama memberi contoh yang klop dengan kondisi partai politik bangsa kita saat ini: berhitung-hitung soal koalisi. Bukan tidak mungkin Ahas berpikir mengenai aliansi dengan Asyur atau Mesir untuk menghadapi kepungan tentara Aram karena koalisi itu secara logis menambah kekuatan militernya. Ini jelas pendapat yang tak terbantahkan dan kepercayaan terhadap hal ini sangatlah logis.
Akan tetapi, Tuhan menuntun ke arah lain: kepercayaan itu mesti melampaui otak-atik-otak orang. Kepercayaan itu mesti dilandaskan pada iman bahwa Allah benar-benar ikut bekerja bersama manusia dan karena itu tiap orang perlu berkolaborasi dengan-Nya.
Saat ini orang bisa merasakan bahwa sedang ada kekuatan jahat yang mengintai proses politik Indonesia. Kekuatan uang begitu besar, ambisi kekuasaan juga merebak di satu kubu yang sibuk pikir mengenai koalisi. Orang sibuk membangun benteng pertahanan kalau-kalau tindak koruptif dan culasnya terbongkar. Keadaan ini benar-benar mencemaskan.
Semoga masyarakat luas semakin sadar dan bahkan mewujudkan etos bahwa RAKYAT BERSATU TAK BISA DIKALAHKAN. Ini bukan lagi soal capres-cawapres, ini menyangkut ranah parlemen yang bisa sewenang-wenang membuat aturan egoistik dengan klaim bahwa mereka adalah wakil rakyat. Semoga rakyat yang sesungguhnya tidak termanipulasi oleh permainan partisan yang bakal membawa bencana itu. Ini juga bukan ajakan demo, melainkan ajakan untuk menumbuhkan rasa tanggung jawab kolektif, semangat kebersamaan yang dilandasi iman bahwa Allah memang menyertai umat-Nya.
Lalu jelas: ini bukan kolektivitas partai!
SELASA BIASA XV
Peringatan St. Bonaventura
(Uskup dan Pujangga Gereja)
15 Juli 2014
Categories: Daily Reflection
1 reply ›