Plesetan Allah

Pernah dengar Allah main plesetan? Susah, Brow, mesti tahu bahasa Ibrani! Gak juga, Dia bisa main plesetan dengan bahasa apa aja… asal ada banyak kulit pisang di jalan! Bacaan pertama hari ini sepertinya berbahasa asli Ibrani dan ada kata yang bisa dimainkan: bayit. Kata ini terkait dengan kata bayt dalam bahasa Arab (diterjemahkan dengan kata bait dalam bahasa Indonesia; cara bacanya klik di sini). Bayit bisa berarti rumah, bait (Allah), dan keturunan atau trah.

Beginilah plesetan Allah. Daud, raja besar Israel, bercita-cita mendirikan rumah yang permanen bagi-Nya. Pada masa Daud itu Israel kurang lebih sudah jadi satu bangsa yang solid dan mengalami kejayaan. Daud ingin membuatkan rumah megah bagi Tuhan sehingga kejayaan bangsa Israel dan kebesaran Daud semakin tampak.

Akan tetapi, kebesaran Daud ini takkan komplet karena ada yang belum dimiliki Daud. Apa itu? Kebijaksanaan! Suatu kapasitas untuk melihat dalam realitas dari mana datangnya aneka kepunyaan mereka. Dengan begitu orang akan tahu siapa dirinya dan siapa yang memberikan segala hal dalam hidupnya. Maka dari itu, rencana Daud untuk membangun rumah Tuhan ditampik Allah,”Brow, selama ini Akulah yang memberikan kejayaan bangsa. Akulah yang akan memberikan orang dari keturunanmu untuk membangun bait Allah.” Itulah Salomo.

Rupanya tidaklah cukup membuat bangunan rumah, semegah apa pun. Jauh lebih penting orang masuk pada kedalaman konstruksi rumah itu: untuk apa, dari mana uangnya, bagi siapa, bagaimana dibuat, bagaimana keselarasan dengan lingkungan, dan lain-lainnya. Kebijaksanaan itu menjadi semacam landasan rohani yang merasuki kekokohan bangunan fisik. Membangun rumah mewah di tengah kampung kumuh, tanpa bersosialisasi dengan warga sekitar, tentu rapuh terhadap kemungkinan penjarahan atau kejahatan, misalnya.

Allah gak cuma omong soal bayit yang menunjuk Salomo sebagai keturunan Daud, tetapi Mesias sendiri, yang menjadi kerangka arsitektur bangunan Gereja: bukan kerangka beton, batu kali, baja ringan, melainkan kerangka relasi dalam komunitas yang mengakui Kristus sebagai kepalanya. Itulah plesetan Allah mengenai rumah, sekaligus bait Allah, dan keluarga yang disodorkan kepada Daud, tentu kepada kita semua.

Kita tak bisa bersikap seperti Daud: aku sudah sukses membangun ini itu, maka aku juga akan membangun kapel megah bagi Tuhan! Pikiran seperti ini membutakan diri orang bahwa kita adalah saksi kesuksesan Allah, sang aktor utama. Dialah yang membangun dunia melalui diri kita. Baiklah orang bertanya: mau membiarkan aktor utama itu masuk dalam diri kita, atau terus mau merasa bahwa kitalah aktor utama dan mau menentukan segala-galanya? Mau jadi edukator atau tiran?


MINGGU ADVEN IV B/1
21 Desember 2014

2Sam 7,1-5.8b-12.14a.16
Rm 16,25-27
Luk 1,26-38