Jangan Lebay dengan Natalan!

Published by

on

Mungkin ada benarnya bahwa Natal itu perayaan iman untuk level anak-anak dan sebenarnya bukan hari yang heboh-heboh amat untuk orang Kristen dewasa. Dalam kalender Gereja Katolik sendiri Natal cuma diberi slot waktu kurang lebih enam minggu: empat minggu untuk persiapan (Masa Adven) dan dua minggu Masa Natal. Bukan waktu yang panjang jika dibandingkan dengan Paska yang diberi slot waktu dua kali lipat: lima minggu persiapan (Masa Prapaska) dan tujuh minggu Masa Paska.

Kenapa Natal lebih heboh dirayakan di seantero jagad dan waktunya juga beragam dalam rentang Desember-Januari (tidak hanya 25 Desember)? Tentu tiap wilayah punya sejarahnya masing-masing untuk merayakan Natal ini (klik di sini untuk melihat kultur natalan di berbagai tempat; akurasinya silakan verifikasi sendiri). Tapi, dugaan saya sih begitulah kinerja anestesi atau bius konsumerisme natal! Di seantero jagad aneka macam pernik-pernik natal jauh lebih menarik perhatian daripada orang diam sejenak untuk melihat makna natal itu sendiri; sampai-sampai orang mengidentikkan natal sebagai pokok iman Kristen (dan dari situ muncul ritual natal soal halal-haram itu)!

Bisnis Natal dan Tahun Baru jelas lebih cerah daripada bisnis Paska! Itu paling gampang dipahami semua orang sesuai dengan hidup sehari-hari: kelahiran bayi senantiasa mendapat ucapan dan bingkisan solidaritas kegembiraan orang di sekitar. Tiga orang bijak dari Timur juga menunjukkan hal yang lumrah tersebut; datang ke tempat lahir Yesus dan memberi emas, kemenyan, dan mur. Ini benar-benar pantas dipestakan!

Akan tetapi, bisnis penunggang Natal (dan sebetulnya juga berlaku untuk Idul Fitri sih) tak pernah sungguh-sungguh dimaksudkan untuk mengajak orang mendalami imannya. Bisnis menyodorkan kedangkalan slogan, kemewahan dan kemegahan, yang dengan sendirinya kontradiktif dengan kelahiran Yesus sendiri. Maka dari itu, tutuplah mata kiri dan peganglah jeruji jendela: waspadalah!!!