Orang Baik Mati, Kebaikan Tidak

Apa yang Anda rasakan jika di hadapan Anda tergeletak bayi yang menangis, dan tahu bahwa ibu yang melahirkannya baru saja meninggal? Seseorang tak bisa melupakan momen ini. Ia sendiri belum lama kehilangan ibunya, tapi ia mengalami aneka perlakuan ibunya selama hidup: ia dimandikan, diajari bicara, dihibur, dibuatkan makan, disusui, dipeluk, dicium, disekolahkan, dan sebagainya. Bayi itu? Ia takkan mengenal sosok yang mempertaruhkan nyawa bagi hidupnya.

Pada momen seperti itu bisa dipahami keterhubungan antara kehidupan dan kematian: yang satu membuka tabir yang lain. Bayi itu mungkin kelak akan bangga jika tahu bagaimana ibunya begitu berani mempertaruhkan nyawa bagi hidupnya. Mungkin pengetahuan itu juga bisa membuatnya jijik pada perempuan dan orang yang dibayar untuk menghabisi janin dalam kandungannya.

Ada benang penghubung antara kesedihan dan kegembiraan, tapi mungkin orang tak mau melihatnya; atau jika melihat, lalu memutus benang itu karena takut: orang gak mau adopsi karena takut kalau-kalau anaknya kembali ke orang tua kandung; orang takut hidup dengan anak sehingga menutup kemungkinan lahirnya anak; orang tak mau menjalin relasi serius karena takut komitmennya berakhir memedihkan.

Dari kepedihan lahir kegembiraan. Ada benang yang menghubungkan kematian sadis Stefanus dan karya seorang farisi muda bernama Saulus. Kematian itu memicu hidup baru Saulus, seolah-olah Stefanus menyerahkan tongkat kesaksian kepada Saulus yang berdiri di atas jubah-jubah para saksi pembunuhan Stefanus.

Orang bisa membunuh seseorang yang baik, tetapi tak bisa membunuh kebaikan. Ini berlaku juga untuk kejahatan: penjahat bisa mati ditembak, tetapi kejahatan takkan hilang hanya dengan membunuh orang jahat itu. Nah, sama aja dong. Tidak!!! Pesan cinta dan kebaikan lebih produktif daripada benci dan kejahatan. Kekejian orang Yahudi terhadap Stefanus hanyalah tindakan tunggal, sementara darah cintanya yang mengucur ke tanah itu jatuh ke dalam hati banyak orang dan menghasilkan buah.

Omong-omong, orang jahat pun sesungguhnya menginginkan kebaikan, meskipun hanya bagi diri sendiri.


HARI KEDUA OKTAF NATAL
Pesta Santo Stefanus
Jumat, 26 Desember 2014

Kis 6,8-10;7,54-59
Mat 10,17-22

2 replies