Agama bisa dipilihkan, tetapi iman adalah pilihan. Ada semacam otomatisasi dalam agama: karena lahir dari keluarga muslim, ya normalnya jadi muslim; begitu juga yang lahir dari keluarga kristen, otomatis dibina dalam kebiasaan kristen. Yang campuran? Mungkin bergantung pada kesepakatan pasangan.
Gereja Katolik hari ini merayakan Pesta Pembaptisan Tuhan (Tuhan kok dibaptis! Ada-ada aja!). Sesuai tradisi agama Yahudi, Yesus dipersembahkan di Bait Allah saat masih bayi. Artinya, dia dipilihkan untuk beragama Yahudi. Akan tetapi, setelah beranjak dewasa, muncullah sosok Yohanes yang dipandang sebagai nabi yang mewartakan pertobatan. Yesus pun antre! Dia tidak meninggalkan agama Yahudi, tetapi melihat momen baptisan Yohanes sebagai pemurnian hidup keagamaannya.
Antrenya Yesus ini bisa dimengerti begini: ia masuk dalam otomatisasi agama Yahudi. Ia masuk dalam antrean orang biasa: antrean untuk sekolah, kawin (loh, Yesus gak kawin gituloh), jadi orang sukses; pokoknya apa yang sudah umum dihidupi orang deh! Umumnya orang pada pacaran, ya ikut pacaran deh. Umumnya orang ke gereja berdoa, ya ikut berdoa deh. Umumnya orang korupsi, ya ikut korupsi deh! Ini pola pikir dan perilaku yang umumnya dijalani orang yang kehilangan identitasnya.
Yesus gak kehilangan identitasnya karena dalam antrean itu ia mendengar suara lain yang begitu cethar membahana: Engkaulah anak-Ku yang Kukasihi, kepadamulah Aku berkenan. Setelah baptisan itu, ia memilih rentetan tindakan yang sesuai dengan identitas autentiknya itu sampai akhir hayat.
Tak ada bayi yang punya pengalaman seperti Yesus. Semua bayi hidup dalam conditioning orang-orang yang mengasuhnya. Itu oke, normal, wajar. Akan tetapi, kalau sampai tua bangka orang hanya hidup dari aneka conditioning itu, ia tak pernah mencecapi identitasnya yang autentik, ia tak pernah sungguh-sungguh kembali ke fitrahnya.
Keheningan, musik, alam semesta, seni, sastra, menuntun orang untuk masuk pada kedalaman dirinya. Bisa jadi perjalanan ke dalam diri itu penuh gejolak dan orang tak tahan (tak sabar membaca, tak tahan mengamati detil alam, tak tahan hidup tanpa gadget, tak bisa menyelami keindahan musik), tetapi begitulah benih Roh Allah sendiri menyusup dalam hati orang. Celakalah orang yang tak mau (sehingga tak bisa) melihat benih yang jadi identitas autentik tadi: bahwa ia dicintai Allah, apa adanya.
Ya Roh Kudus, Roh Cinta, tinggallah dalam akal budiku, agar pikiranku jadi jernih; tinggallah dalam hatiku, agar aku selalu terbuka bagi sesama. Bimbinglah aku, agar selalu mengusahakan yang baik. Ajarlah aku, agar selalu mengejar yang luhur. Kobarkanlah dalam hatiku api cintakasih-Mu agar aku selalu hidup dengan sesama dalam kasih. Amin.
PESTA PEMBAPTISAN TUHAN B/1
Minggu, 11 Januari 2015
Yes 55,1-11
1Yoh 5,1-9
Mrk 1,7-11
Categories: Daily Reflection
Yesus dan Yohanes menyadari tugas yg dipilihkan padanya dan mematuhinya. Dalam usaha menjalankannya, mereka mengikuti sistem manusia dengan tetap mengingat uniknya tugas mereka. Bukan usaha menjadi lebih kompetitif dari yg lain yg menjadi penting tetapi bagaimana dengan keunggulan masing2 hasilnya menjadi sesuai apa yg sudah direncanakan oleh Allah, pencapaian tiap dari mereka menjadi usaha yg saling konstruktif thd karya penyelamatan Allah. CMIIW
LikeLiked by 1 person
Engkau tidak jauh dari kerajaan surga, hahaha….
LikeLike