Citra Skolastika

Bacaan pertama bicara soal penciptaan manusia seturut citra Allah. Gereja Katolik hari ini memperingati Santa Skolastika yang menghayati kebebasannya bahkan dalam gaya hidup yang bagi kebanyakan orang adalah penjara. Pesan singkatnya, suka atau tak suka, jadilah citra skolastika. Umat beriman mesti menampilkan citra kebebasan ciptaan Allah bukan dengan melemparkan tanggung jawab pada pihak lain.

Gaya anak-anak main petak umpet atau menutupi rasa malu mereka memang bisa mengundang senyum dan tawa: sembunyi di balik rok ibunya atau menutupi mata seolah-olah seluruh dirinya jadi tak terlihat orang lain hanya karena ia tidak bisa melihat orang lain. Tetapi, melihat orang-orang tua berperilaku seperti itu adalah menjengkelkan alias memuakkan bin menjijikkan! Siapa mereka? Yaitu yang bersembunyi di balik aturan atau hukum untuk menyelamatkan keculasan dan keserakahan mereka.

Alih-alih mengakui kesalahan, orang mencari jalur hukum untuk menutupi keburukan masa lalunya dan justru menghancurkan orang lain. Ini mengerikan jika sudah masuk dalam ranah politik berskala besar karena keluasan dampaknya. Akan tetapi, entah dampaknya besar atau kecil, perilaku mengerikan tetaplah mengerikan. Orang bisa memelihara perilaku itu dengan bersembunyi pada tradisi.

Problemnya tidak terletak pada tradisi, melainkan bagaimana orang menafsirkannya. Yesus memakai tradisi untuk menangkap suatu semangat dasar, lalu semangat dasar itu diterjemahkannya dalam konteks yang baru. Lha, banyak orang tak menangkap semangat dasarnya, pokoknya “terima jadi” aturan dan hukum, tak kreatif mencari perwujudan iman yang relevan. Mereka terbelenggu oleh hukum dan tradisi.

Di lain pihak, orang juga bisa sedemikian antipati terhadap tradisi dan hukum sehingga cuma mau tunduk pada kemauannya sendiri. Ia lupa bahwa kemauan yang tak dibenturkan tradisi itu jadi arbitrer, sewenang-wenang. Apa jadinya kalau lampu belakang mobil/motor itu seterang lampu sorot depan? Apa jadinya orang berkendara di malam hari tanpa menyalakan lampu karena ia sendiri memakai kaca mata infrared

Menjadi citra Skolastika berarti hidup senantiasa dalam tegangan dan kritis mencari bentuk-bentuk baru yang lebih tepat (maka dari itu disebut magis) untuk menyatakan kehendak Allah dalam aneka konteks dan persoalan hidup. Puyeng gak?


SELASA BIASA V B/1
10 Februari 2015
Peringatan Wajib Santa Skolastika

Kej 1,20-2,4a
Mrk 7,1-13