Hari Gini Kerajaan

Film The Last Temptation yang merupakan adaptasi layar lebar atas novel Nikos Kazantzakis menyajikan godaan terhadap Yesus sampai pada detik-detik akhirnya di kayu salib: ia turun dari salib dan membangun keluarga bersama salah seorang perempuan yang dikenalnya. Adegan itu hanya mau mengatakan bahwa Yesus mengalami godaan manusiawi sebagaimana dialami orang pada umumnya.

Saya teringat pada tulisan Lukas pada bagian awal mengenai bagaimana Iblis mengakhiri semua pencobaan di padang gurun, tetapi lalu mundur dari Yesus dan menunggu waktu yang baik [untuk mencobainya] (bdk. Luk 4,13); dan rupanya Iblis itu tak selalu mengambil peran sebagai antagonis. Ia ‘masuk ke dalam diri Yudas Iskariot’ (Luk 22,3). Dengan kata lain, Iblis tidak senantiasa tampil sebagai kekuatan jahat di luar lingkaran pertemanan orang baik sendiri. Maklum, sudah umum diterima bahwa sahabat yang baik menginginkan hal baik bagi sahabatnya, dan rupanya Iblis juga bisa masuk dari situ. Bagaimana Iblis menyodorkan kejahatannya melalui ‘orang dalam’ pada lingkaran para murid Yesus itu?

Kita tidak langsung melihat apa yang dibuat Yudas Iskariot, tetapi justru memperhatikan teks yang disodorkan hari ini. Dari teks ini bisa kita tangkap tendensi godaan yang diajukan kepada Yesus. Ada sekurang-kurangnya tiga sosok yang direkam Lukas: orang banyak, para prajurit, dan penjahat. Ketiga karakter itu memiliki ungkapan yang hampir identik: menyelamatkan diri sendiri. Mereka, entah dengan nada cemooh atau skeptis atau sinis dan sebangsanya, menantang Yesus supaya menyelamatkan dirinya sendiri. Sang penjahat menambahkan dirinya sebagai objek penyelamatan itu, tetapi prinsipnya sama: penyelamatan diri.

Dari setting itu bisa dimengerti suatu gambaran kerajaan yang disodorkan orang-orang di sekeliling Yesus yang tersalib itu: kerajaan yang didominasi oleh dorongan orang untuk menyelamatkan diri mereka sendiri. Kerajaan macam ini disokong oleh ‘orang banyak’, representasi mereka yang jadi penonton, tak mengambil sikap tertentu atau yang hangat-hangat tahi ayam kemarin itu. Kerajaan ini juga ditegakkan oleh ‘para prajurit’, yang merepresentasikan kekuatan dengan otoritas kekerasan: siapa yang lebih kuat, dialah yang akan menang. Penyokong lain dari kerajaan ini ialah ‘penjahat’, yang menampilkan sosok oportunis demi keselamatannya sendiri.

Yesus menolak seluruh godaan itu persis karena ia konsekuen dengan ‘Kerajaan’ yang diwartakannya: tegas berpihak pada Allah tetapi tanpa supremasi kekuatan fisik (persis karena Allahlah yang kuasa), dan tak memanipulasi proyek keselamatan Allah bagi kepentingan narsistik. Ia tak menampik penderitaan sebagai konsekuensi pilihan hidupnya untuk memberikan hidupnya sendiri bagi banyak orang. Memang begitulah, juga jika hendak dianalogikan suatu proyek agama. Agama tidak dibuat orang untuk keselamatan agama itu sendiri, tetapi supaya orang-orangnya terhubung kembali dengan Allah yang disodorkan oleh agama itu. 

Tuhan, mohon rahmat untuk menuangkan hidup kami, untuk semakin menghayati bahwa dalam pemberian dirilah kami boleh mengalami cinta-Mu. Amin.


HARI RAYA KRISTUS RAJA SEMESTA ALAM C/2
Minggu, 20 November 2016

2Sam 5,1-3
Kol 1,12-20

Luk 23,35-43

3 replies

  1. Yang menarik bagi saya Rom, konsep diri. Siapa atau apakah diri itu? Karena setahu saya, ada yang bilang bahwa secara ontologis diri itu tidak ada. Mohon pencerahannya Rom. Terima kasih.

    Like

    • Hehehe… ini kok jadi merembet ke filsafat ya. Betul memang ‘diri’ yang murni itu tidak ada, tapi kiranya bisa dimengerti juga seperti garis khatulistiwa yang ‘tidak ada’. Diri selalu ada-dalam-relasi: yang aktual dan yang ideal, yang satu dan yang banyak, dan relasi ini yg membuat diri jadi sangat dinamis. Mungkin begitu saja ya…

      Liked by 1 person