Duit bisa bikin sembuh sakit gigi, tetapi tidak sakit hati. Tak ada orang yang membayar dirinya sendiri dan sakit hatinya hilang, karena sumber sakit hati bukanlah duit. Meskipun bukan sumber sakit hati, duit bisa jadi sarana yang baik untuk bersakit hati tetapi sayangnya tak bisa jadi sarana penyembuhan sakit hati. Loh, bisa lho, Rom, kalau orang sakit hati itu ditraktir jalan-jalan ke luar negeri sampai lupa yang membuatnya sakit hati! Iya, itu namanya bukan sakit hati, melainkan sakit mata! Matanya ijo tuing-tuing.
Pada orang sakit macam ini, penyembuhannya ternyata bertahap, tidak bisa mak cling seperti mukjizat penyembuhan lainnya. Teks hari ini mengisahkan bagaimana orang buta itu menjalani dua tahap penyembuhan. Hasil tahap pertama ialah pandangan yang kabur: orang tampak seperti pohon yang berjalan. Mungkin tahap seperti inilah yang sedang dialami bangsa ini. Kenyataan itu masih terlihat kabur oleh barisan orang yang sakit hati, tak peduli artis, politisi, atau bahkan pimpinan kelompok agama. Hati yang tak bersih akan membuat mata blawur dan malah kabur saat diminta jujur.
Dalam kamus bahasa Indonesia, kabur itu bisa merupakan kata sifat, kata kerja, dan kata benda. Untuk hari ini kata sifat dan kata kerja lebih relevan: semakin orang kabur (untuk jadi juara lari dari kenyataan), semakin kabur pula kenyataan hidupnya. Ia bisa kabur ke negeri lain, bisa juga kabur ke dunia cuitan dan curcol di sana: ada yang merasa diri dan keluarganya dizalimi, ada yang merasa diri bagaikan raja dari entah kerajaan mana, ada yang pamer foto jadul untuk fitnah dengan peruntungan otoritas rohaninya, dan masih banyak lagi manifestasi keblawuran mata hati orang yang lari dari kenyataan ini.
Tahap kedua penyembuhan orang buta itu dilakukan tanpa peludahan mata. Menariknya, kata ‘melihat’ yang dipakai pada tahap pertama dan kedua itu berbeda. Setelah penumpangan tangan pertama, yang digunakan adalah kata ἀναβλέψας (anablepsas), sedangkan setelah penumpangan tangan kedua, kata yang dipakai ialah ἐνέβλεψεν (eneblepsen). Saya tak punya kompetensi menjelaskan arti kedua kata ini tetapi sejauh saya tangkap, yang kedua memiliki makna figuratif juga. Dalam terjemahan bahasa Indonesia diberi keterangan ‘sungguh-sungguh’, dan itu bisa berarti membuka mata lebar-lebar, bisa juga berarti membuka mata dengan disertai akal budi.
Ini hari pemilihan yang bisa jadi dinantikan banyak orang dengan harap-harap cemas. Saya berdoa semoga jauh lebih banyak orang yang membuka mata dengan disertai akal budi dan membuat pilihan yang tepat. Saya tak ambil pusing dengan hasilnya [lebih galau dengan Bayern vs Arsenal, dua-duanya ada Jermannya] karena sudah dikatakan juga dalam bacaan pertama apa yang dikatakan Tuhan: Aku takkan mengutuk bumi ini lagi karena manusia, sekalipun yang ditimbulkan hatinya adalah jahat dari sejak kecilnya, dan Aku takkan membinasakan lagi segala yang hidup seperti yang telah Kulakukan. Selama bumi masih ada, takkan berhenti-henti musim menabur dan menuai, dingin dan panas, kemarau dan hujan, siang dan malam.
Begitulah Gusti Allah, pun kalau manusia berhati jahat masih bisa menikmati panas dingin, siang malam, hujan kemarau, tetap memanggil orang-orang-Nya untuk membuat cuitan bermutu. Amin.
RABU BIASA VI B/1
Peringatan S. Klaudius de La Colombiere (SJ)
15 Februari 2017
Posting Tahun VI A/2 2014: Dengarkan Dulu
Categories: Daily Reflection