You are nothing

Sejak dulu wanita dijajah pria. Wanita dijajah pria sejak dulu. Itu adalah lirik lagu yang kiranya memuat kebenaran umum bahwa di banyak kultur posisi wanita bersifat inferior, meskipun pada lagu itu sendiri dikatakan bahwa ada kalanya pria bertekuk lutut di sudut kerling wanita.🤭
Gereja Katolik hari ini memestakan seorang wanita muda yang dijuluki sebagai pujangga Gereja. Namanya Thérèse dari Lisieux, yang dijuluki Teresia dari Kanak-kanak Yesus. Beliau anggota tarekat OCD (Karmel Tak Berkasut). Umurnya separuh umur saya, tapi ya itu tadi, sudah bergelar doktor Gereja.

Mungkin karena hidupnya di akhir abad XIX (1873-1897), sewaktu saya entah di mana dan jadi apa. Lha tapi apa hubungannya dengan gelar doktornya?😂 Saya utak-atik gathuk aja ya. Teresia ini saya kira tidak kuliah filsafat dan teologi, dan karenanya gelar doktor itu semacam gelar kehormatan gitu deh. Saya yakin Teresia tidak akrab dengan sejarah pemikiran modern, tetapi mungkin beliau cukup akrab dengan pergumulan pemikiran modernisme, yang mulai meredup pada masa itu, dan posmodernisme, yang menyeruak sebagai kritik terhadap rasionalitas modernisme. 

Sik sik sik, Rom. Modernisme dan posmodernisme itu apa toh, kok saya ora dong?
Sebetulnya saya juga gak dong sih, tapi masih ingat kan perdebatan bumi datar dan bumi bulat? Itu adalah representasi pertentangan antara pemikiran modern dan pengetahuan agama yang klaimnya berasal dari Yang Ilahi. Modernisme menghancurkan paham yang dipopulerkan agama dengan bukti-bukti empiris dan objektif. Rasionalitas mendapat tempat tertinggi, bahkan untuk menguak yang mutlak. Semua bisa dipecahkan lewat rasionalitas objektif. Contoh, semua benda jatuh ke bawah karena hukum gravitasi. Ini temuan modernisme, yang kemudian menginisiasi kemajuan teknologi begitu cepat karena manusia bisa memecahkan hukum-hukum semesta. 

Posmodernisme menunjukkan keterbatasan rasionalitas manusia dan menarik orang pada pendulum subjektivisme. Semuanya bergantung pada persepsi subjektif orang, bergantung dari sudut mana dia melihat persoalan. Menurut posmodernisme ini, tak ada objektivitas. Nah, apa gak puyeng tuh orang yang belajar filsafat?🤭 Apa jalan tengah objektivisme ala modernisme dan subjektivisme ala posmodernisme ini?
Teresia memakai metafora untuk menemukan makna hidupnya. Ini sinkron dengan ungkapan Antoine de Saint-Exupéry yang berkali-kali saya sitir: what is essential is invisible to the eye. Teresia mengambil rujukan buah persik (peach), yang warna dan rasanya menarik indra orang, tetapi yang membentuk esensi hidupnya ialah bijinya. Tentu saja, orang tak akan mengunyah biji persik. Buahnyalah yang dimakan, dan setelah buah disisihkan entah langsung ke mulut atau ke juicer, barulah ditemukan sumber kehidupan persik tadi.

Teresia mengumpamakan manusia dengan buah persik. Cita rasa, penampilan, aroma, semuanya fana, bukan core of the core. Orang bisa menggapai, merenggut kesemuanya itu tanpa menangkap esensinya jika orang mengabaikan yang esensial. Runyamnya, yang esensial ini dibentuk oleh Allah, terlepas bagaimana yang fana tadi ditangkap orang. Tiada jalan yang dilihat Teresia, jika orang hendak menggapai kesempurnaan hidup yang bermakna, selain menunjukkan kekosongan sempurna. Dalam teks bacaan hari ini diilustrasikan bahwa yang terbesar dalam Kerajaan Allah justru adalah mereka yang nothing, seperti anak kecil.

Dalam kekosongan itu, menurut Teresia, barulah Allah bisa membentuk manusia. Ini bukan pengakuan nothing karena minder, rasa kecil, rendah diri, atau pasif agresif dalam ranah psikologi. Ini adalah disposisi anak yang hanya dapat mengandalkan sosok tepercayanya untuk mengarungi misteri kehidupan. Kerohanian Teresia ini kiranya klop dengan Detachment 1 2 3. Dalam arti itulah kekosongan bermakna, nothingness punya arti kehidupan yang sewajarnya membawa kebahagiaan semua makhluk.

Tuhan, berilah kami rahmat untuk mengakui kesia-siaan hidup kami tanpa cinta-Mu. Amin.


PESTA S. TERESIA dr KANAK-KANAK YESUS
(Kamis Biasa XXVI A/2)
1 Oktober 2020

Yes 66,10-14c
Mat 18,1-5