Akhir Zaman

Anda, saya, tetangga, saudara, sebagai umat manusia ada dalam tegangan yang sama: takdir kematian biologis dan keinginan untuk terus hidup. Bagaimana kita menghadapi tegangan ini, macam-macam wujudnya, dan mungkin kebanyakan darinya adalah wujud pelarian diri dari takdir kematian biologis itu tanpa mencecapi kelanggengan hidup sejati. Mari kita mulai dengan mencoba memahami apa yang dirayakan Gereja Katolik hari ini: pegenangan arwah semua orang beriman.

Karena keterbatasan bahasa, peringatan ini biasanya segera dikaitkan dengan orang-orang yang telah meninggal dunia; nanti ujung-ujungnya adalah perbedaan pendapat antara Kristen dan Katolik, misalnya, mengenai ajaran ini itu. Syukurlah, dalam kalender liturgi Katolik objek perhatiannya bukan ‘orang mati’, melainkan ‘orang beriman’. Dalam bahasa Latin dikenal kata ‘defunctus‘, yang dalam bahasa Italia jadi ‘defunto‘, yang mungkin lebih baik diterjemahkan dengan hasil kata kerja ‘done with‘ alias ‘selesai’ dengan urusan takdir kematian biologis. Kematian biologis tak berkuasa lagi (lha wong biologisnya sudah mati). Dari perspektif yang berbeda, mereka ini adalah pribadi yang sudah mencapai kematangan atau siap melahirkan kehidupan baru, bukan lagi hidup yang terhantui kematian biologis, melainkan hidup abadi.

Apakah hanya lewat kematian biologis seseorang bisa mengalami hidup abadi? Rupanya tidak, dengan catatan: berlaku bagi orang yang hidupnya tak sekadar lari dari kematian biologis atau tak sekadar menyingkiri dunia biologis sebagai dunia yang menjijikkan. Dalam teks Yohanes dibilang bahwa Guru dari Nazareth itu datang ke dunia supaya siapa saja , yang percaya kepadanya, dibangkitkan di akhir zaman. Nah, akhir zaman barangkali oleh kebanyakan orang dipahami sebagai akhir kehidupan dunia alias kiamat. Zaman akhir dalam teks Yohanes tidak merujuk akhir zaman sebagai kepunahan macam itu (yang menurut sains dan tafsir kitab tertentu tidak hanya sekali menimpa bumi), tetapi pada momen di Kalvari sebagai puncak pemberian hidup Guru dari Nazareth.

Lha, di situ ditegaskan apa yang dikehendaki Allah: supaya mereka yang percaya kepada Putra Allah itu dibangkitkan. Apa maksudnya percaya kepada Putra Allah? Dua pokok perlu diklarifikasi: Putra Allah dan percaya.
Label Putra Allah sama sekali bukan label genealogi seperti Pak Tanzil punya anak yang merantau ke Brazil.  Ini adalah perkara ‘kesamaan’ kualitas atau karakter: hidupnya menyerupai Allah yang berkenan memberikan Diri kepada dunia, Cinta yang maujud dalam kemanusiaan.
Percaya dalam khazanah Kristiani bisa dibedakan dengan tiga istilah bahasa Latin: credere deo, credere deum, credere in deum. Yang pertama sangat spekulatif: percaya bahwa Allah itu eksis. Yang kedua bersifat kognitif: percaya bahwa yang dikatakan Allah itu benar. Yang ketiga bernuansa afektif dan senantiasa melibatkan komitmen: menyerahkan hidup dalam penyelenggaraan Allah yang dipercayai itu.

Arti yang ketiga itulah yang berguna untuk memahami arwah semua orang beriman dikenangkan dalam Gereja Katolik. Ini bukan perkara ingatan romantis, melainkan ingatan akan pergumulan orang yang berupaya mengembangkan karakternya sedemikian rupa sehingga kualitas hidupnya sebisa-bisanya menyerupai kualitas ilahi. Bagi orang Kristiani tolok ukurnya adalah Yesus yang disebut Kristus, yang memberikan diri sehabis-habisnya bagi kemanusiaan yang diridai Allah. Orang-orang lain, yang menerimanya sebagai model hidupnya (dan itulah maksudnya melihat dan percaya, credere in deum), berjibaku selama berkehidupan biologis, tetapi juga setelah hidup biologisnya berhenti.

Apa yang masih dapat dilanjutkan dari orang-orang lain yang telah meninggal ini, pantas dilanjutkan oleh saudara, kerabat, atau kenalan mereka yang masih punya hidup biologis. Apa yang kurang dari mereka saat berkehidupan biologis, pantaslah diperbaiki dan dimintakan pengampunan juga dari Allah Sang Pencipta. Dengan begitu, meskipun Anda dan saya masih berkaki tangan komplet dengan jantung (kripik) paru-parunya, tetap hidup mengatasi kematian biologis. Hidup ilahi yang didonasikan itu tetap dapat langgeng. Orang bisa happy dengannya, tanpa syarat. Begitulah kebangkitan, yang tak terusik oleh kematian biologis.

Tuhan, mohon rahmat kerahiman-Mu bagi kami dan siapa saja yang telah berziarah sampai akhir hayat demi Cinta-Mu. Amin.


PENGENANGAN ARWAH SEMUA ORANG BERIMAN
Selasa, 2 November 2021

2Mak 12,43-45
1Kor 15,12-34
Yoh 6,37-40