Basic Leadership

Gaya kepemimpinan seseorang bergantung pada bagaimana dia memberikan arahan, mengimplementasikan rencana, dan memotivasi orang untuk menyelesaikan atau mencapai tujuan tertentu. Di mana pun pemimpin berada, gaya kepemimpinannya memengaruhi suasana hati atau mental mereka yang bekerja dan alur atau sistem kerjanya sendiri. Dua kategori dasar gaya kepemimpinan bergantung pada hal tersebut: task-oriented atau people-oriented (juga dikenal sebagai relationship-oriented).

Yang pertama merujuk pada kinerja yang tertata sedemikian rupa sehingga relasi pekerja/karyawan terabaikan tetapi hasil pekerjaannya sesuai dengan standar yang diharapkan. Sebaliknya, yang kedua merujuk pada suasana kerja yang sangat cair dan relasi antarpribadi yang hangat tetapi target pekerjaannya menjadi longgar dan ambyar karena efektivitas dan efisiensinya terabaikan. Barangkali dua kategori dasar ini dapat dijabarkan secara lebih detail demikian:


TASK-ORIENTED LEADERSHIP

PEOPLE-ORIENTED LEADERSHIP
+ Pemimpin memiliki kualifikasi untuk memastikan bahwa target tercapai selalu tepat waktu dan hasilnya memuaskan.+ Pemimpin cenderung terampil memberi suasana dan semangat kepada pekerja/karyawan/anggota sehingga mereka merasa dihargai.
+ Pimpinan biasanya membuat jadwal yang jelas, mudah diikuti anggota dengan tuntutan dan tenggat waktu tertentu.+ Fokus pemimpin pada relasi antarpribadi membuat anggota merasa sebagai pembeda dan berarti bagi perusahaan atau kelompok.
+ Quality control dijamin oleh kepemimpinan ini dengan efisiensi pembagian tugas kerja yang terstruktur secara baik.+ Upaya pemimpin untuk membangun relasi antarpribadi yang baik membuat efektivitas kerja juga baik.
– Kepemimpinan ini bisa mengikis otonomi dan kreativitas anggota/karyawan/pekerja. Pada gilirannya, bisa berakibat pada rendahnya semangat kerja. – Bisa terjadi karyawan/anggota/pekerja merasa kewowogen pekerjaan, overload, karena tiadanya struktur dan alur kerja yang jelas dan adil.
– Tenggat waktu ketat dan arahan pekerjaan yang berlebihan bisa menggerogoti semangat karena anggota merasa diri sebagai bagian dari alat produksi.– Karena fokus pada relasi antarpribadi, rapat dan keputusan-keputusan yang dihasilkan kerap kali tak efektif untuk meningkatkan kualitas produksi/layanan.
– Mereka yang sudah punya motivasi diri yang bagus (tidak semata sebagai instrumen produksi) cenderung memberontak dalam lingkungan kerja begini.– Mereka yang motivasi kerjanya baik bisa mengalami kemunduran semangat karena kurangnya tantangan dan standar kerja yang rendah.

Kategori sederhana yang bersifat biner seperti ini tentu mengundang tanda tanya besar: apakah karakteristik yang menjadi kekuatan dua gaya kepemimpinan itu memang tak dapat diintegrasikan? Apakah memang dua model dasar kepemimpinan itu bersifat zero-sum? Apakah tidak dimungkinkan adanya The Sweet Spot yang menghubungkan dua gaya kepemimpinan itu?

Jawabnya: dapat, tidak, dimungkinkan!
The Sweet Spot itu adalah suatu shared-leadership, kepemimpinan yang tidak dipusatkan pada seseorang (meskipun posisi manajer atau direktur atau superior dipegang oleh satu orang) tetapi pada kebersamaan yang mengandaikan adanya komunikasi dan komitmen pada tujuan bersama. Pengabaian dua hal itu membuat kualitas pemimpin tersudut pada task-oriented atau people-oriented belaka.

Seberapa jauh Anda memiliki kualifikasi sebagai shared-leader dapat dilihat dari skor questionnaire di LMS Kepemimpinan Konektif. Hitunglah skor T dan angka P Anda lalu letakkanlah kedua skor itu pada sumbu concern for task dan concern for people seturut skala skornya, lalu tariklah garis dari titik sumbu skor T ke P, dan silakan lihat titik temunya pada sumbu shared-leadership di bawah ini.

INTERPRETASI T-P LEADERSHIP

Seorang pemimpin yang tinggi dalam orientasi tugas tetapi rendah dalam cura personalis (baca: kura personalis, perhatian personal) juga akan rendah kualifikasi shared leadershipnya. Ia otoriter/otokratik dan terlalu terobsesi dengan tugas dan targetnya adalah produktivitas tinggi. Pemimpin ini memang punya banyak modal untuk memberi semangat dan mengeluarkan potensi anggota untuk berpartisipasi dalam kelompok, tetapi ini adalah perkara kejar setoran. Pada awal pembentukan kelompok, model seperti ini berfungsi, tetapi jika mekanisme itu berlangsung lama, sangat mungkin terjadi anggota mengalami burn-out (karena merasa diperlakukan sebagai mesin) dan tidak akan mengambil tanggung jawabnya sehingga pemimpinlah yang akan terus bekerja sendiri memikul beban.

Senada dengan itu, pemimpin yang cura personalisnya tinggi tetapi orientasi tugasnya rendah juga akan memiliki kualifikasi shared-leadership yang rendah. Pemimpin memang akan menciptakan kondisi nyaman bagi kelompok, sangat toleran dan mengusahakan relasi yang baik dengan anggota, tetapi tugas yang diberikan tidak pernah dapat dikerjakan semestinya atau malah tidak ada standar operasionalnya. Jika suasana kerja seperti ini berlangsung terus menerus, anggota yang berkomitmen tinggilah yang akan menanggung beban sampai pada titik tertentu; dan jika tak ada anggota yang punya komitmen pada tugas kelompok, produktivitas merosot tetapi mungkin pemimpinnya juga tidak akan mempersoalkan kemerosotan itu.

Jadi, rendahnya shared-leadership sesungguhnya dalam jangka panjang membuat produktivitas dan semangat korps rendah. Dalam jangka pendek, produktivitas mungkin bisa tinggi jika pemimpinnya punya stamina tinggi untuk menjadi single fighter, tetapi apa gunanya membuat kelompok? Dalam jangka pendek, kenyamanan bekerja mungkin bisa meningkatkan produktivitas, tetapi apa gunanya bekerja jika tidak bertanggung jawab pun mendapat perlakuan dan ganjaran yang sama dengan mereka yang berkomitmen?
Mutu tinggi shared-leadership memungkinkan pemimpin memberikan suasana nyaman dan kebebasan dalam bekerja seiring dengan produktivitasnya. Shared-leadership itu seperti kepemimpinan yang berorientasi pada kelompok: pemimpin bisa memobilisasi sumber-sumber daya dalam kelompok untuk mencapai tujuan. Dengan demikian, pemimpin yang efektif memusatkan perhatian pada dinamika kelompok dalam proses meraih tujuan bersama: sebagai manajer, sebagai karyawan, sebagai pemilik, dan seterusnya.