Sebagian dari Anda mungkin punya NPWP dan tiap tahun membuat laporan pajak dengan status SPT nihil seperti saya [jangan bilang siapa-siapa ya]. Sebagian pemilik NPWP mungkin mesti membayar pajak sekitar satu bulan gaji dalam setahunnya. Sebagian lagi bisa jadi mesti membayar pajak lebih tinggi lagi karena penghasilan bulanannya melampaui gaji saya setahun. Saya yakin, entah termasuk bagian yang mana, Anda tidak cari-cari cara untuk menghindari pajak selama pajak itu jelas dikelola untuk kepentingan bersama alih-alih untuk mendanai gaya hidup pejabat konsumtif nan arogan. Begitu, kan?
Seandainya Anda hidup dua ribuan tahun lalu di tanah Palestina-Israel, Anda mesti membayar tiga pajak yang ditarik oleh kekaisaran Roma: (1) pajak tanah sebesar sepersepuluh gandum dan seperlima minyak dan anggur yang Anda hasilkan, (2) pajak penghasilan sebesar satu persen dari penghasilan Anda, dan (3) pajak kepala (laki-laki berumur 14-65 tahun dan perempuan 12-65 tahun, entah mengapa kepala perempuan lebih panjang ya) sebesar satu dinar alias upah minimum harian. Nah, kalau Anda penganut agama Yahudi yang berpusat di Yerusalem saat itu, bisa jadi Anda juga dikenai pajak oleh pengurus Bait Allah dan setelah Bait Allah dihancurkan penjajah, Anda wajib membayar pajak untuk kuil kekaisaran Roma. Pokoknya, beratlah hidup Anda akibat aneka pajak itu. Tambah lagi, setoran itu dipakai untuk gaya arogan pemungut pajaknya!
Yang dipersoalkan dalam teks bacaan hari ini adalah pajak kepala. Yang mempersoalkan adalah baik pihak wajib pajak maupun pemungut pajak, dua pihak dengan kepentingan bertolak belakang. Anda tahu, kan, bagaimana pemungut pajak memandang (lokasi) rumah Anda? Anda juga sekurang-kurangnya tak senang jika pajak yang Anda bayarkan ternyata dipakai untuk foya-foya pelayan negara. Yang satu bertendensi mengumpulkan pajak sebanyak-banyaknya. Yang lainnya berupaya kalau bisa SPT-nya nihil seperti saya. Menariknya, dari dua kepentingan berbeda ini bisa juga terjalin kerja sama untuk menyerang musuh bersama.
Sayangnya, musuh bersama ini punya cara berpikir yang melampaui pikiran mereka yang ribet dengan aneka kompromi politik sehingga cuma berujung pada pokoknya presidennya nganu. Maka, ketika rumusan serangan mereka diawali dengan “Boleh ini itu gak?,” jawaban musuh bersama ini “Ya tergantung.”
Apakah jawaban musuh bersama ini bukan kompromi politik juga, Mo?
Ya tergantung (pada cara memandang Anda), wkwkwkwk.
Ketika orang Farisi dan kaum aristokrat Herodian berkutat dengan problematika “boleh atau tidak,” Yesus mengundang mereka untuk melihat kenyataan. Saat mereka sedemikian legalistik, Yesus mengingatkan mereka pada dua dimensi hidup yang perlu dihargai. Ini bukan perkara kompromi politik “boleh tapi, ya tapi, bisa asalkan…” melainkan soal integrasi holistik: yang satu berjalan dengan kaidah yang tak melanggar kaidah yang lain. Orang lapar ya makanlah, tetapi tidak dengan cara merampas makanan orang lain, bukan? Kalau punya sawah sendiri dan mau membuat sawahnya produktif, ya bajak tanah sendiri toh ya, bukan malah membajak sawah lain?
Oh, maksudnya gak boleh merebut cawapres kader partai lain gitu ya, Rom? Wakakakaka… ya embohlah, pokoknya kalau sejak awal kompromi-kompromi gitu, akhirnya jadi runyam deh.
Jadi, boleh kompromi gak, Rom? Wkwk cepek deh gw….
Mari sini tunjukkan hal apa yang dikompromikan. Kalau itu perkara selera, kesenangan, hobi, panggung, silakan gontok-gontokan untuk kompromi, tapi jangan bawa-bawa bendera kesejahteraan umum, kepentingan bangsa, kejayaan negeri dan sebangsanya, apalagi bawa-bawa nama Tuhan segala. Saya sejak tahu ada capres nganu yang jadi menteri anu, dalam hati sudah ketar-ketir akan dibawa ke mana kompromi macam begini; dolar makin menanjak ini. Lah, sekarang malah capres nganu itu, yang tentu sudah setuwir om saya, lagi cari jalan ninja kompromi. Moga-moga adik saya tak jadi korban kompromi karena bukan cuma dia yang bakal jadi korban. Maaf, curcol orang tanpa daya.
Tuhan, mohon rahmat kebijaksanaan dan ketekunan untuk bertahan pada cinta-Mu yang melampaui kepentingan-kepentingan pribadi dan kelompok kami semata. Amin.
MINGGU BIASA XXIX A/1
22 Oktober 2023
Yes 45,1.4-6
1Tes 1,1-5b
Mat 22,15-21
Posting 2020: Cinta Pertama
Posting 2017: Malah Bikin Macet
Posting 2014: Jadi Revolusi Mental Gak Ya?
