Iman Tipis2

Published by

on

Dinamika politik belakangan ini memudahkan saya untuk memahami bagaimana gerakan religius kerap disalahpahami. Dalam tradisi religius yang saya hidupi, ada kesalahpahaman yang dipelihara sejak lama berkenaan dengan teks yang dibacakan hari ini. Di situ dikatakan bahwa kesebelas murid Yesus berangkat ke Galilea. Jelas sebelas: yang satu sudah gantung diri setelah mengkhianati gurunya. Nah, kata mengkhianati itulah concern saya. Mengapa Yudas disebut pengkhianat? Apakah yang dilakukan terhadap gurunya itu bisa dikategorikan sebagai pengkhianatan?

Kapankah Anda menyebut seseorang berkhianat kepada Anda? Yaitu: ketika dia melanggar komitmen yang dia bikin bersama Anda. Asumsinya: dia dan Anda tahu sama tahu alias paham betul komitmen yang Anda bikin bersamanya. Pelanggaran komitmen itu adalah bentuk pengkhianatan.
Lha, bisakah asumsi macam begitu diberlakukan pada murid-murid Yesus? Saya sangat meragukannya. Alasan saya: bahkan para murid Yesus tidak mengerti apa yang diajarkan Yesus (Mrk 9,30-34), beberapa kali dinarasikan Petrus berseteru dengan gurunya karena perbedaan agenda mereka (Mat 16,22), Thomas juga diceritakan begitu sinis dengan Yesus yang menanggung risiko kematian (Yoh 11,6-16). Tambah lagi, sewaktu Yesus ditangkap, para murid lari tunggang langgang, dan Petrus bahkan menyangkal relasinya dengan Yesus! Apakah itu bukan juga pengkhianatan?
Iya, Rom, itu juga bentuk pengkhianatan.
Kalo gitu, kenapa yang Anda juluki pengkhianat itu hanya Yudas Iskariot? Bukankah ini salah kaprah?

Teks Kitab Suci yang berkenaan dengan Yudas ini tidak memakai kata kerja προδίδουν (prodidoun, mengkhianati), tetapi παραδίδουν (paradidoun, menyerahkan).
Lha ya menyerahkan itu kan namanya mengkhianati, Rom!
Mengkhianati gimana?
Lha kan dia menyerahkan Yesus kepada para penguasa agama!
Lah, bukankah itu malah bentuk kerja sama?
Kerja sama gimana sih, Rom, mbok jangan keterlaluan kalau berpendapat itu!

Mari lihat apa yang Yesus sendiri katakan kepada murid-muridnya: ia akan diserahkan kepada penguasa agama (Mat 17,22; 20,18)? Itu juga yang bikin Petrus bersitegang dengan Yesus, kan? Petrus tidak mau Yesus diserahkan. Mesias itu mestilah jadi pemimpin mereka dan menyelamatkan mereka; bukan malah kalah oleh para penguasa agama! Sebaliknya, Yesus yakin bahwa dia akan diserahkan kepada penguasa agama.
Nah, siapa yang menyerahkan Yesus kepada penguasa agama?
Yudas!
Njuk kenapa malah dia, Yudas, yang memenuhi nubuat Yesus, dibilang berkhianat? Komitmen mana yang dia khianati, jal?

Kalau pengkhianatan adalah pelanggaran komitmen, lebih tepat dikatakan murid-murid selain Yudas Iskariotlah yang berkhianat karena mereka sendiri tak memegang komitmen untuk tidak membiarkan Yesus diserahkan penguasa agama. Mereka menyangkal Yesus dan lari tunggang langgang ketika Yesus diserahkan.
Jadi, jelas ya: alih-alih menganggap Yudas Iskariot mengkhianati Yesus, lebih baik memakai saja bahasa Kitab Suci bahwa Yudas menyerahkan Yesus kepada penguasa agama. 

Kenapa Yudas menyerahkan Yesus? Tentu, yang tahu alasan persisnya cuma Yudas sendiri. Akan tetapi, kalau Anda berspekulasi dengan asumsi Yudas pengkhianat, Anda akan menjawabnya begini: demi kepentingan pragmatis untuk dapat cuan dari penguasa agama. Jadi, diandaikan Yudas ini adalah pribadi tamak yang menempatkan cuan di atas segela-galanya.
Aneh gak sih, sebagai penggila cuan, Anda menjual pentolan geng populer cuma seharga beberapa ratus ribu rupiah? B
agaimana menjelaskan bahwa Yudas menyesal njuk gantung diri setelah mencapai tujuan pragmatisnya? Menyesal karena cuma menjualnya beberapa ratus ribu rupiah wkwkwk?

Menurut saya, lebih berguna memahami penyerahan Yesus ini sebagaimana memahami penyangkalan Petrus atau sinisme Thomas terhadap Yesus. Mereka semua tidak paham apa yang sedang diperjuangkan Yesus: taunya ya program populis, orang banyak dapat makan gratis, orang sakit sembuh, orang lumpuh berjalan, dan seterusnya. Percaya deh, kalau dia ikut kontestasi pemilu terakhir, program Yesus ini akan meraup suara sekurang-kurangnya 58%! Tapi, ya itu tadi, mereka ini tidak menangkap paham religius atau iman di balik program yang populer itu.

Di sini, Anda bisa cek di Kitab Suci berapa kali Yesus menyebut para muridnya keras hati, bodoh, bebal, dan sejenisnya; termasuk menyebut mereka yang imannya tipis-tipis. Dengan begitu, Yudas termasuk di dalamnya, dan karena tak paham mengenai apa yang sesungguhnya diperjuangkan Yesus, Yudas melihat gerakan Yesus itu tak cocok dengan pelajaran agama yang selama ini dipahaminya dari penguasa agama. Bisa saja, ajaran Yesus itu jadi subversif di mata Yudas karena Yesus mengajarkan paham Allah sebagai Bapa yang menisbikan alias merelatifkan doktrin agama Yahudi yang diterimanya: Allah seharusnyalah, seperti diyakini para sesepuh agama, memberi privilese terhadap bangsa Yahudi sebagai umat pilihan-Nya. Lain-lainnya ya kafir.

Lha, Yesus malah mengajar lewat tindakannya mengenai sosok Allah Bapa yang terbuka kepada siapa saja, termasuk kaum kafir, tukang fitnah dan zinah, kolaborator penjajah, dan seterusnya. Ini benar-benar penistaan; biar tahu rasa, serahkan saja Yesus ini kepada penguasa agama!

Bisa jadi, Yudas tak menyangka bahwa penguasa agama yang membayarnya beberapa ratus ribu itu kebablasan; di luar perkiraannya, mereka menyalibkan gurunya. Menyesal, dan tak ada jeda antara penyesalan dan keputusasaannya: gantung diri.

Itulah yang membedakan Yudas Iskariot dari para murid lainnya, yang sebetulnya ya sama-sama bodoh, naif dan bebal. Akan tetapi, setelah melihat nasib guru di tangan penguasa agama, para murid lain masih bertekun dalam ikatan kelompok setelah guru mereka diserahkan kepada para penguasa. Mereka masih lamban untuk memahami peristiwa wafat dan kebangkitan Yesus, tetapi toh ratapan mereka tak langsung menyorongkan kesedihan mereka pada jurang keputusasaan.

Alhasil, setelah Pentakosta, mereka punya perspektif baru. Para murid yang unyu-unyu itu, dengan peran Roh Kudus, paham sungguh bagaimana sosok Yesus Kristus itu merepresentasikan wajah Allah sebagai Bapa bagi semua makhluk-Nya. Dengan begitu, saya tak perlu lagi bertele-tele mengenai perayaan misteri Allah Tritunggal Mahakudus.

Tuhan, mohon rahmat kebijaksanaan untuk mewujudkan relasi cinta-Mu dalam hidup receh kami. Amin.


HARI RAYA TRITUNGGAL MAHAKUDUS B/2
Minggu, 26 Mei 2024

Ul 4,32-34.39-40
Rm 8,14-17
Mat 28,16-20

Posting 2021: Tiada Tuhan Selain Allah
Posting 2018: Puasa, Berkah atau Musibah 

Posting 2015: Manusia Tritunggal

Previous Post
Next Post