Semoga Anda tak teperdaya featured image hari ini. Dalam membaca Kitab Suci, kebanyakan orang lebih gemar melakukan eisegesis daripada eksegesis. Maklum, untuk melakukan eksegesis memang dibutuhkan modal mempelajari bahasa dan sejarah penulisan Kitab Suci. Sedangkan untuk eisegesis, dengan modal prasangka atau asumsi tertentu saja orang sudah bisa omong panjang lebar. Kenapa? Karena yang penting prasangkanya saja, kenyataannya mah urusan belakang.
Maka dari itu, tentang featured image tulisan ini: setiap orang bisa menafsirkan seturut prasangka dan posisinya terhadap sesuatu. Saya menyodorkannya di sini untuk menunjuk reaksi spontan saya ketika melihat gambar itu: hahaha. Saya teringat dulu bangsa Israel mengangkut Tabut Perjanjian (yang ditangkap sebagai simbol kehadiran ilahi karena di situ disimpan loh batu berisi perintah dasar Allah yang diterima Musa di Sinai) dalam perang melawan bangsa Filistin. Harapan mereka, Tabut Perjanjian itu membawa kemenangan perang melawan Filistin.
Yes, mereka punya preseden sih. Sempat tiga bulan Tabut Perjanjian itu diletakkan dalam tenda keluarga Obed-Edom dari Suku Lewi dan mereka mendapat berkat luar biasa. Tapi, kenapa kudu menjadikan Tabut Perjanjian itu sebagai jimat untuk melawan Filistin? Ya, ujung-ujungnya hahaha: kalahlah mereka dari orang-orang Filistin.
Ndelalahnya, saya mendapat cerita dari bapak saya bahwa dia rajin berdoa brevir pagi siang malam dan mendapat hadiah koin plastik dari kemasan biskuit. Ini juga bikin saya tertawa: lha wong yang beli biskuit ibu saya; njuk apa hubungannya rajin berdoa dan dapat koin dalam kemasan biskuit, kan?
Tawa saya itu sama sekali tidak keluar untuk menertawakan pihak ini atau pihak itu. Saya mencoba mengerti mengapa penulis teks bacaan hari ini menuturkan cerita seperti itu. Sebetulnya sih sudah saya singgung dalam posting Shalom Gombal, tetapi baiklah saya garisbawahi di sini: Tabut Perjanjian itu tidak lagi bisa dikungkung dalam kotak suci atau tabernakel, tetapi termanifestasikan lewat sosok pribadi Maria.
Saya tidak sedang mempersoalkan fungsi tabernakel dalam Gereja Katolik. Sebaliknya, saya mengundang Anda melihat tabernakel dengan wawasan yang lebih luas tanpa kehilangan asal-usulnya, supaya tidak seperti kacang lupa lanjaran atau kulitnya. Hanya dengan ikatan perjanjian seperti Maria dan Tuhannya ini kegembiraan terwartakan: bukan dengan kata “Shalom” pada dirinya, melainkan dengan integritas hidup yang membuat orang lain, bahkan janin dalam kandungan, terpantik seperti abang-abang nan menyala.
Semoga Anda dan saya berkesempatan untuk hahaha karena percaya bahwa apa yang Tuhan janjikan akan terlaksana lewat integritas hidup Anda dan saya. Itu artinya, jika kita tertawa, bukan lantaran ingin menertawakan orang lain, melainkan menertawakan diri kita sendiri yang jebulnya belum kunjung membawa “shalom” yang sesungguhnya. Amin.
HARI MINGGU ADVEN IV C/2
22 Desember 2024
Mi 5,1-4a
Ibr 10,5-10
Luk 1,39-45
Posting 2021: Here I Am
Posting 2018: Vibrasi Apa?
Posting 2015: Shalom Gombal
