Here I Am

Belakangan ini media daring meledakkan kisah pelecehan seksual di ruang-ruang yang terasosiasikan dengan (pendidikan) agama; dan saya teringat candaan seseorang (yang mungkin mencerminkan keyakinan pribadinya dan prasangka banyak orang) tentang pelecehan yang dilakukan pemuka agama yang statusnya ‘belum kawin’. Menurut candaan orang itu, masalah pelecehan atau perkosaan itu bisa diselesaikan dengan mengawinkan orang yang ‘belum kawin’ tadi. Padahal, Ferguso  pun tahu bahwa tidak sedikit pelecehan dan perkosaan dilakukan juga oleh orang yang ‘sudah kawin’. Jadi, terlalu sederhanalah jalan pikirannya jika orang beranggapan bahwa biang persoalan kekerasan itu adalah perkara kawin dan tidak kawin. Ini paralel dengan tindakan korupsi yang tidak identik dengan besarnya kebutuhan koruptor; bukan berarti kalau gaji dinaikkan lalu orang tak akan korupsi. Akar persoalannya bukan ‘di luar sana’, melainkan ‘di dalam sini’.

Kisah Injil hari ini menyodorkan dua karakter yang sama-sama mengalami penderitaan karena mengalami hal yang sama-sama terlihat impossible: yang muda dan belum kawin jebulnya hamil dan yang tua dan sudah mandul jebulnya juga sudah hendak melahirkan. Di mana penderitaannya? Singkat kata: Maria terancam mati, Elisabet jadi bahan tertawaan. Ya sebetulnya saya tidak tahu persis sih apakah mereka sungguh menderita, tetapi kalau melihat detail kisah mereka, mesti ada nuansa ketidaknyamanan.

Dalam situasi ketidaknyamanan itu, dua penderita tadi mengubah perjumpaan menjadi momen yang menggembirakan. Apakah karena keduanya hamil? Mungkin begitu juga, tetapi kalau menilik teks lain yang dibacakan hari ini, alasan sebenarnya ialah bahwa mereka berdua datang melakukan kehendak Tuhan. Kehendak Tuhan itu bukan perkara ‘di luar sana’, melainkan soal ‘di dalam sini’, yaitu sinkronnya hati dengan gerakan yang dipicu oleh apa yang ada dalam rahim mereka: Yohanes dan Yesus, dua pribadi yang kelak memang mewartakan Sabda Allah lewat hidup mereka. Begitulah disposisi dua [atau empat] orang itu: aku datang untuk melakukan kehendak-Mu.

Rupanya, juga dalam penderitaan, dalam situasi yang tampak tak mungkin, perjumpaan menjadi kabar gembira jika orang berfokus pada melakukan kehendak Allah [dan saya teringat pengalaman indah bersama Ahong di sini]. Beda hasilnya dengan perjumpaan dua penderita yang terkungkung pada penderitaannya sendiri: menambah muram hidup, menambah amunisi untuk cari kesalahan ‘di luar sana’, ngegosip, ngehoaks, dan sejenisnya.

Tuhan, mohon rahmat supaya juga dalam situasi yang tampak tak mungkin, kami tetap mengandalkan Sabda-Mu. Amin.


HARI MINGGU ADVEN IV C/2
19 Desember 2021

Mi 5,1-4a
Ibr 10,5-10
Luk 1,39-45

Posting 2018: Vibrasi Apa?
Posting 2015: Shalom Gombal