Saya tak tahu mana yang lebih baik: ikatan darah atau ikatan cinta. Keduanya sudah atau sedang diproduksi sebagai film. Sebagai film, keduanya berbeda genre sehingga tidak mudah juga menilai mana yang lebih baik. Lagipula, dua hal itu bukannya tak berhubungan: ikatan darah bisa nongol dari ikatan cinta dan sebaliknya. Betapapun bencinya ibu Anda terhadap ayah Anda, bahwa Anda hadir di dunia ini sudah menunjukkan bahwa eksistensi Anda disokong ikatan cinta, entah ayah atau ibu Anda, atau mungkin orang lain lagi.
Teks bacaan utama hari ini juga menyajikan dua relasi itu, tetapi kelihatan bahwa ikatan darah tidak layak dijadikan tolok ukur segala-galanya untuk menilai sesuatu. Cerita singkatnya, Yesus didatangi keluarganya. Dalam teks lain digambarkan bahwa keluarganya menganggap Yesus ini tidak waras lagi. Mungkin saja karena dia menjalani gaya hidup yang nyerempet-nyerempet tebing bahaya dari penguasa status quo. Ngeri juga kan, oleh penguasa dianggap ancaman, oleh keluarga dianggap sinting.
Kerennya, Yesus ini keukeuh dengan program hidupnya. Baginya, hidup yang bermartabat ialah hidup yang tidak lagi dibatasi oleh ikatan darah, tetapi digerakkan oleh ikatan cinta yang mengatasi aneka macam pagar baik darat, laut, maupun udara. Ini bertolak belakang dengan tren yang berbasis suku, klan, agama, yang jelas memupuk status quo dan celakanya orang-orang yang ada dalam tren itu tak menyadari diri sedang dalam tren membangun status quo.
Yesus memang tidak ada dalam lingkaran status quo yang mendapat sokongan dari ayat suci, tetapi ia mencoba membangun komunitas biasa yang lambat laun mesti menjawab apa yang dikehendaki Allah dari hidup mereka. Tak mengherankan, kriteria keluarga dipeluas dari ikatan darah ke ikatan cinta. Ikatan cinta seperti ini senantiasa berpihak pada yang lemah, bukan untuk melawan yang kuat, melainkan untuk menegaskan kehendak Allah yang sesungguhnya sehingga baik yang lemah maupun yang kuat menjalani hidup dalam tuntunan kehendak Allah itu. Keluarga baru yang dibangun Yesus adalah komunitas kemuridan, mengikuti Yesus dalam program Yubileumnya.
Di tengah-tengah kekisruhan pasca 100 hari kerja presiden baru ini, semoga semakin banyak orang terbuka mata dan hatinya untuk menengarai kebijakan yang hanya menguntungkan status quo dengan akibat semakin aneh saja ide yang dilontarkan: mulai dari serangga gratis, impor sapi, tapioka, dan cabut pagar laut dengan biaya anggaran belanja negara (lha bukannya minta pemasang membongkarnya!). Saya salut jika presiden sekarang berkomitmen untuk potong anggaran ratusan trilyun dengan memangkas anggaran seremonial kementrian dan lembaga yang biasanya jadi lahan jarahan. Bahwa pemangkasan anggaran berujung pada bansos, saya angkat tangan saja.
Tuhan, mohon rahmat kepekaan supaya pilihan kami sejauh mungkin didasarkan pada apa yang Kaukehendaki dari hidup kami. Amin.
SELASA BIASA III C/1
28 Januari 2025
Posting 2019: Duit Laki
Posting 2017: Ini Teman Saya
Posting 2015: Non Sense-of-Belonging
