Jika Anda membutuhkan mukjizat atau keajaiban bagi hidup beriman, Anda pendatang baru dalam dunia keberimanan. Warga lama lebih awas terhadap muslihat daripada mukjizat. Orang lama lebih menggumuli kebaikan daripada keajaiban. Atribut lama di sini tidak dimaksudkan secara kuantitatif, tetapi kualitatif: orang beriman lebih fokus pada tindakannya daripada bonusnya.
Teks bacaan utama hari ini tampak seperti kisah orang cari bonus keajaiban, yaitu kesembuhan dari sakit kronis. Akan tetapi, jika Anda simak baik-baik ceritanya, dapat Anda temukan bahwa poinnya tidak terletak pada kesembuhannya, tetapi pada penyingkapan kekuatan Allah yang menyelamatkan. Menurut penulis Markus, baik perempuan (tanpa status sosial) berpenyakit pendarahan kronis maupun kepala rumah ibadat Yairus (berstatus sosial tinggi) tahu betul reputasi Yesus. Akan tetapi, melulu terpesona bin terpukaw oleh tindakan ‘ajaib’ Yesus sama sekali tak mengantar orang pada kualitas seorang murid.
Yesus menegaskan bahwa elemen penting keselamatan itu pada iman perempuan berpenyakit kronis dan kepercayaan Yairus yang melampaui keyakinan orang banyak yang butuh keajaiban. Kekuatan yang menyelamatkan ini tidak bisa dilokalisir pada jubah Yesus, seakan-akan jubah itu punya kekuatan magis bin ajaib. Kekuatan seperti itu juga tidak bisa dilekatkan pada hasrat kolektif akan kesembuhan yang berhenti pada titik kematian (ya mau apa lagi kalau sudah mati, kan?). Pada kedua peristiwa itu, Yesus menunjukkan relasi personalnya dengan perempuan dan anak Yairus (menyapa mereka sebagai ‘anak’). Dalam relasi seperti inilah keselamatan terjadi, entah ujungnya kesembuhan atau kematian.
Relasi profesional antara dokter dan pasien, apalagi yang dibalut dengan lembaga rumah sakit, punya tendensi merenggut relasi personal. Relasi profesional itu bisa memelihara sifat impersonal baik pasien dan dokter: ini perkara kemanjuran dokter dan obatnya, bukan lagi perkara relasi ‘aku-engkau’ ala Martin Buber, melainkan perkara memperlakukan yang lain sebagai objek (demi popularitas, bonus, harga diri, dan sejenisnya). Relasi impersonal “I-It” ala Buber membuat orang jadi penonton pertunjukan ajaib. Relasi personal “I-You” menciptakan keajaiban. Relasi personal seperti ini mengandaikan iman. Tanpa iman, gak ada keajaiban mukjizat.
Tuhan, mohon rahmat supaya iman kami semakin bertumbuh dalam relasi personal dengan sesama. Amin.
SELASA BIASA IV C/1
4 Februari 2025
Posting 2019: New Life
Posting 2017: Istirahatnya Kata dalam Fakta
Posting 2015: Mosok Gak Bisa Menyembuhkan?