Buta Abang

Published by

on

Contoh pepatah dalam teks bacaan utama hari ini mencuat di kepala saya kemarin setelah pabrik tekstil legend yang berlokasi di kota sebelah tempat tinggal saya resmi ditutup. Sebenarnya saya sudah mendengar slenthingan krisis pabrik ini sejak beberapa tahun lalu. Saya juga dengar bahwa pemilik dan direksinya berada di balik pemenangan presiden dan wakil presiden sekarang ini dan tentu saja, cuius regio eius religio (bacanya kuyus rejio eyus relijio saja ya; artinya agama dia yang memerintah jadi agama wilayah yang dia perintah; agama raja jadi agama wilayahnya), pilihan politik pemilik dan bos menentukan pilihan karyawannya. Maklum, karyawan cuma butuh bisa hidup tenang dengan pekerjaan mereka, tak akan ambil pusing dengan politik. Lagipula, mestinya karyawan ini juga lebih tahu daripada saya bahwa pabrik mereka dalam krisis dan tentu mereka berharap presiden dan wapres pilihan mereka bisa menyelamatkan pabrik legend tempat mereka mengais rezeki.

Saya pun tak mengerti bagaimana krisis hutang perusahaan diselesaikan dengan memilih presiden dan wakilnya. Mosok ya urusan bisnis perusahaan diselesaikan dengan janji politik? Bukankah penyelesaiannya tinggal bayar hutangnya saja? Atau, jangan-jangan seluruh jajaran pabrik ini berpikiran bahwa urusan hutang pabrik bisa juga diselesaikan dengan mengubah Undang-Undang lewat MK? Ngeri juga, jangan-jangan memang orang-orang sederhana yang tak paham manuver politik itu berkeyakinan bahwa seluruh masalah negeri ini bisa dipecahkan dengan modal semau mereka yang berkuasa aja!

Lha, ya memang akhirnya kan bergantung siapa penguasanya, kan, Rom?
Gak juga: bergantung dari bagaimana penguasa mendapat kekuasaan dan mengarahkan kekuasaannya.
Percayalah (ber)sama saya: jika orang menargetkan kekuasaan semata demi kekuasaannya, ia akan sewenang-wenang meskipun santun tak memakai kata ndhasmu. Orang seperti itu bisa merasa diri sebagai penyelamat dunia, dan ia jatuh dalam ilusi bahwa semua yang dilakukannya semata demi kesejahteraan seluruh bangsa!

Hasilnya, saya tak mengerti bagaimana pemberi janji berusaha membantu, meskipun tenggat pembayaran hutang diundur-undur ikan lele, hutang tetap tak terbayarkan dan mereka yang diberhentikan ini terpaksa menerima keadaan dan mungkin berharap pengumuman mengenai jutaan lapangan kerja dari Vietnam ke negeri ini akan jadi berkah buat mereka. Itulah repotnya hidup dalam janji, bukan dalam komitmen. Yang pertama bisa jadi sasaran empuk para predator. Yang kedua menantang orang untuk berkomitmen pada etika luhur yang tidak hanya mengandalkan suara keras, tetapi juga usaha lepas dari ilusi hidup yang membutakan hati dan pikiran.

Dulu saya sempat bertanya-tanya mengapa ada nganu yang malah jadi menteri pertahanan dan mengapa Ignasius Jonan berbeda haluan mengenai whooooooooshhhh dan mengapa koh Ahok malah dijadikan komisaris utama alih-alih direksi. Belakangan saya mesti menerima kenyataan bahwa saya bagaikan orang buta yang tertuntun (untuk tidak mengatakan tertipu) oleh orang buta juga. Begitulah nasib saya, yang tak mampu menerjemahkan keprihatinan menjadi tindakan. Semoga Anda tak mengalami nasib seperti saya.

Tuhan, mohon rahmat kekuatan untuk bertekun dalam menerjemahkan cara bertindak seturut cinta-Mu. Amin.


MINGGU BIASA VIII C/1
2 Maret 2025

Sir 27,4-7
1Kor 15,54-58
Luk 6,39-45

Posting 2022: Ngaca Dulu
Posting 2019: Doyan Kefir?

Previous Post
Next Post