Utama

Published by

on

Saya meragukan ungkapan “Saiki zaman sansaya edan, ora melu edan ora komanan” yang artinya sekarang zaman semakin gila, gak ikutan gila gak kebagian. Soalnya, saya yakin, POV itu menentukan kriteria sehingga label gila bisa diberikan kepada siapa pun. Yang gila memberi label gila kepada yang waras dan sebaliknya. Nah, apa maksudnya gila dan siapa yang gila, bergantung sudut pandangnya.

Mari mulai dari klaim Yesus dari Nazareth yang diterjemahkan ke dalam bahasa Indonesia jadi “Akulah gembala yang baik” (Yoh 10,11). Dengan kasus ‘gila’ tadi, ‘kebaikan’ pun bisa bertolak belakang. Kebaikan bagi yang satu bisa jadi ketidakbaikan bagi yang lain. Begitulah selanjutnya dengan untung dan malang, suka dan duka, sehat dan sakit.

Barangkali halnya berbeda jika terjemahannya jadi “Akulah gembala yang luhur” atau “Akulah gembala utama” atau “Akulah gembala mulia,” misalnya. Teks tidak sedang bicara mengenai kebaikan yang begitu relatif, melainkan keindahan, yang meskipun punya elemen relatif, terhubung juga dengan penalaran yang menuntun orang pada Kebenaran. So, jika Anda mencari keindahan, tidak bisa tidak, Anda mesti jatuh cinta pada keluhuran, keutamaan, kemuliaan itu. Konsekuensinya, Anda akan mengikutinya, ya orangnya, ya keluhuran atau keutamaan atau kemuliaan hidupnya.

Identifikasi diri yang mengarah pada keindahan itu tak semata mbebek ikut berambut gondrong, berjenggot, minum anggur, jogat-joget, dst, tetapi menghidupi nilai keindahan yang disodorkan oleh sosok yang dijatuhi cinta itu. Karena itu, perlu dilihat konteks kemunculan klaim “Akulah gembala utama/mulia/luhur” itu. Konon, si Yesus ini ada di kompleks Bait Allah pada masa perayaan Hanukkah dan dia ditanyai orang-orang apakah dia memang Mesias yang mereka tunggu-tunggu. 

Nota bene, Hanukkah itu mengenangkan penyucian Bait Allah yang sekitar dua abad sebelumnya sudah dikotori oleh praktik-praktik pagan penjajah Seleucid, sebelum pada paruh abad kedua sebelum Masehi kaum Makabe bisa mengusirnya. Ya mau apa lagi, Seleucid pergi, imperium Romawi masuk; dan mereka juga sebetulnya mau mengontrol kehidupan Bait Allah. Lepas dari mulut harimau, masuk ke mulut buaya. Itu mengapa bangsa Yahudi merindukan Mesias dan pertanyaan itu juga disodorkan kepada Yesus yang tampaknya mulai naik daun.

Yesus ini rupanya melihat cara berpikir para penunggu Mesias itu tetap terkungkung dengan pikiran duniawi menang-kalah semata, seakan-akan ini adalah perkara mengenyahkan Mesir, Filistin, Seleucid, Romawi, dan lain-lainnya. Yesus tidak menjawab rasa kepo mereka tetapi menyodorkan klaim “Akulah gembala mulia/luhur/utama.” Cirinya: (1) suaranya didengarkan domba-dombanya, (2) mendengarkan domba-dombanya, dan (3) diikuti domba-dombanya itu. Mereka yang mempertanyakan status Yesus rupanya ada di luar kawanan gembala utama itu.

Alhasil, tak ada relasi atentif timbal balik dan mereka tak akan mengikuti gembala mulia itu dan uang akan membajak mereka, kedudukan akan merenggut karakter mereka (kalau punya), status quo akan berupaya memberi servis terbaik, dan mereka hidup dalam simulakrum yang tak mengenal hidup kekal. Anda dan saya tak perlu menangkap mereka ada ‘di luar sana’ karena bisa jadi mereka itu juga ada ‘di dalam sini’ dan silakan timbang: yang gila itu yang ikutan gila atau yang tidak kebagian.

Tuhan, mohon rahmat kepekaan hati dan budi untuk mendengarkan keutamaan, kemuliaan, keluruhan hidup cinta-Mu. Amin.


HARI MINGGU PASKA IV C/1
11 Mei 2025

Kis 13,14.43-52
Why 7,9.14b-17
Yoh 10,27-30

Posting 2022: Misdinar
Posting 2019: Pastor Prengus
Posting 2016: Berminat Jadi Kirik?

Previous Post
Next Post