Janda Z

Published by

on

Saya kok yakin bahwa jika Anda membaca teks bacaan Injil hari ini, Anda akan mendapati diri Anda naif setelah menyimak komentar ini. Kalau tidak, berarti keyakinan saya salah karena keyakinan itu hanya saya dasarkan pada pengalaman subjektif saya ketika membaca teks ini. Sejujurnya, ketika dulu membaca teks ini, saya mengimajinasikan perkara ketekunan dalam doa (meditasi, devosi, atau ibadat agama) karena jelas di awal teks dikatakan bahwa maksud perumpamaan itu adalah untuk menegaskan supaya orang berdoa tiada jemu. Jelas dong kalimatnya: pembacanya, umat beriman, mesti berdoa tiada jemu.

Ya, anjuran supaya orang beriman berdoa tiada jemu kiranya tak keliru, tetapi apakah betul perumpamaan itu omong soal meditasi, devosi, atau ibadat agama seperti saya pahami itu?
Setelah menyimak teks dan kebingungan saya sendiri, pelan-pelan saya dapati diri naif alias bego‘. Alih-alih menyinggung soal menyalakan lilin atau berdoa brevir atau ibadat ritual keagamaan, teks itu malah menyajikan karakter hakim yang lalim dan janda yang tiada jemu meminta keadilan. Ironis juga, hakim yang mestinya bekerja mewujudkan keadilan, kok malah lalim. Apa jangan-jangan karena tak punya ijazah ya? Hmmm….

Janda, dalam khazanah religius Israel, adalah salah satu representasi kaum lemah yang oleh Allah suaranya diamplifikasi. Seperti apa amplifiernya? Pasti bukan amplifier atau equalizer digital zaman now, tetapi dalam teksnya itu sendiri ditunjukkan bagaimana sang janda tiada jemu menyuarakan keadilan yang semestinya berlaku juga baginya. Ajaib; hakim lalim itu akhirnya mengabulkan juga desakan sang janda. Apakah itu karena hakim lalimnya punya compassion? Tidak. Itu justru karena dia tidak mau terganggu dan khawatir suatu saat ia akan diserang. Hakim itu bukanlah hakim yang ideal, tetapi toh ia luluh juga untuk merealisasikan apa yang sejak lama diserukan Allah dan diamplifikasi oleh sang janda: keadilan!

Nah3, kalau begitu, doa tiada jemu yang disodorkan di pembuka narasi itu tidaklah tepat diimajinasikan sebagai doa orang-orang (l)alim di tempat-tempat cultic bin ritual, tetapi mungkin lebih nyata terjadi di ruang publik. Barangkali, gerakan anak-anak muda Gen Z di aneka belahan dunia, dari Perancis, Madagaskar, Maroko, Nepal [terbalik gak sih urutannya?], adalah justru gambar nyata doa tiada jemu. Saya yakin, gerakan mereka ini bak seruan janda yang menggaungkan compassion Allah supaya keadilan diperjuangkan dan dinyatakan. Situasinya tidak selalu ideal, yaitu bahwa hakim-hakim lalim itu bertobat dan terpikat oleh belas kasih Allah. Akan tetapi, juga dalam situasi tak ideal itu, proyek keadilan Allah mesti terus digemakan ke setiap sudut dunia, kalau tidak oleh Gen Z, ya oleh Gen2 yang lain gitulah.

Tuhan, mohon rahmat keteguhan hati untuk menyuarakan keadilan-Mu. Amin.


HARI MINGGU BIASA XXIX C/1
19 Oktober 2025

Kel 17,8-13
2Tim 3,14-4,2
Luk 18,1-8

Posting 2022: Bersih-bersih
Posting 2019: Connectedness
Posting 2016: Doa Menyinyirkan Keadilan

Previous Post
Next Post