Roh jahat bisa menyamar sebagai roh baik (tapi tidak sebaliknya).
Raja Ahas menolak permintaan Allah untuk memohon tanda dari-Nya dengan alasan mulia: tidak mau mencobai Tuhan. Padahal sih sebetulnya ia menolak karena tergantung pada kekuatan militer dan dewa-dewi kerajaan Asyur; ia keukeuh pada keraguan dan ketidakpercayaannya kepada Allah. Pada akhirnya tanda itu tidak diberikan pada masa Raja Ahas, tetapi lama sesudahnya, dengan kelahiran anak laki-laki dari seorang perawan.
Perawan hamil tentu menghebohkan, dan itu yang dijadikan tanda oleh Allah: kekuatan dan kemurnian ilahi disertakan dalam proses alamiah kehidupan. Istilah runyamnya: yang transenden masuk dalam hukum kodrat manusia. Kok bisa? Misteri. Dalam Surat kepada Orang Ibrani rangkaian misteri ini dimengerti sebagai kurban persembahan model baru, bukan lagi dengan menyembelih lembu jantan. Semakin lama semakin susahlah dimengerti bahwa penyembelihan lembu jantan bisa menyucikan manusia dari dosa.
Dalam hukum saja orang tahu bahwa kerugian yang ditanggung korban bisa bersifat immaterial, tidak hanya material. Dalam dunia kerja orang juga tahu bahwa nilai suatu produk tidak hanya diukur berdasarkan harga materialnya. Maka ya benerlah kalau dosa gak cukup ditebus dengan darah sapi karena dalam diri sapi tak ada misteri bahwa yang transenden masuk dalam struktur kebebasan sapi. Jelas, sapi tak punya kebebasan, maka tak bisa juga dari dirinya sendiri ikut aktif menyelamatkan manusia dari dosa… piye jal, susah memahaminya.
Pengorbanan model baru adalah sinkronisasi kehendak bebas manusia dengan kehendak Allah sendiri. Itulah yang terjadi dalam hidup Yesus Kristus, yang adalah Sabda Allah. Seluruh hidup-Nya adalah pengorbanan, kemartiran yang berujung pada salib: bukan kehendakku yang terjadi, melainkan kehendak-Mulah yang terjadi. Penyerahan hidup kepada kehendak Allah ini menjadi pintu masuk penyelamatan manusia dari dosa dan tak mengherankan bahwa pintu masuk utamanya adalah Bunda Maria yang bersepakat menerima Sabda Allah itu masuk dalam rahimnya.
Ini tak segampang seperti dituliskan dan dibaca orang sekarang. Di sana sini muncul kasus aborsi, bayi dibuang, anak ditelantarkan… tanda bahwa orang tak memihak kehidupan ilahi. Masih ada banyak tanda lain bahwa orang tak berpihak, tak berkomitmen pada kehidupan. Poinnya bisa jadi lebih luas lagi: bukan sekadar memilih harta atau nyawa, melainkan lebih-lebih soal mengembangkan kualitas hidup yang sudah diberikan Allah.
Maka dari itu, menjawab ‘ya’ terhadap Sabda Allah berarti menceburkan diri, melibatkan diri, memberi ruang seluas mungkin supaya terutama yang lemah dapat merealisasikan potensi hidup yang dianugerahkan Allah. Pilihan ini, dijamin, akan jauh lebih menggembirakan dan memberi makna kehidupan.
Bunda Maria, bantulah kami untuk memihak kehidupan semua ciptaan. Amin.
HARI RAYA KABAR SUKACITA
(Hari Selasa Prapaska III)
25 Maret 2014
Yes 7,10-14; 8,10
Ibr 10,4-10
Luk 1,26-38
Categories: Daily Reflection
2 replies ›