Do We Need School of Heart?

RABU PRAPASKA III

Ul 4,1.5-9
Mat 5,17-19

Hukum Allah yang mengikat hati orang takkan pernah lenyap. Sepuluh perintah Allah yang menerjemahkan secara prinsip Hukum Allah itu pun bukanlah sasaran kritik Yesus. Yang dikritik dan bahkan dilanggarnya adalah hukum dan aturan yang dibuat orang-orang yang konon terpelajar, yang rupanya kebablasen, justru karena tidak connect dengan Sang Sumber Hukumnya. Orang-orang terpelajar seperti ini korup, tidak menangkap roh Hukum yang dihembuskan Sang Pencipta.

Ini adalah ironi yang mungkin terjadi antara sosok Yesus dan pembaca Kitab Suci. Jika pembaca tidak membedakan antara hukum yang ditanamkan Allah dalam hati setiap orang dan hukum yang dibuat atau dibuat-buat oleh manusia sebagai konkretisasi hukum Allah tersebut, pembaca tidak akan paham perkataan Yesus bahwa ia tidak akan menghapuskan satu hal kecil pun dari Hukum padahal ia kerap kali melanggar aturan dan bahkan merestui orang lain ‘untuk melanggar aturan’ (Kenapa tanda petik? Karena itu soal sudut pandang. Yesus tidak melihat pelanggaran aturan sebagai tujuan pada dirinya, melainkan sebagai konsekuensi atas tujuan yang hendak disasar oleh hukum).

Barangkali, mereka yang membuka sekolah hukum ada baiknya membuka ‘sekolah hati’ dan para mahasiswa sekolah hukum itu adalah mereka yang sudah lulus ‘sekolah hati’. Jika mulus, alumni sekolah ini adalah mereka yang dengan tulus hendak membangun bonum commune dengan aneka kebijaksanaan praktis. Hukum menjadi bantuan kaum lemah, dan bukannya menjadi alat kaum penguasa. Setiap hukum yang tidak didasarkan pada kebijaksanaan justru akan menjadi ancaman bagi masyarakat.

Ya Tuhan, semoga para pemimpin membuka hati pada panggilan keadilan-Mu. Amin.

1 reply