Love and Do Whatever You Want

Tidak semua orang suci pada awalnya menampakkan benih-benih kesucian. Malah sebaliknya, hidupnya kacau bin ancur dalam aneka dimensinya. Augustinus, misalnya, untuk sekian lama tak pernah punya perhatian pada Tuhan meskipun ibunya begitu penuh bakti kepada Tuhan. Hidup Augustinus sebelum pertobatannya menunjukkan dinamika perjalanan yang berkebalikan dengan judul posting ini: terserah lu mau apa, lakukan aja, cinta belakangan. Mungkin itu juga bisa dipadankan dengan pedoman beberapa orang: omong dulu, pikir belakangan…gampar dulu, urusan belakangan.

Bacaan hari ini menampilkan wacana ‘antitesis’ antara Yesus dan Hukum Taurat, antara Kabar Gembira dan norma-norma moral. Pertanyaannya: mungkin gak orang itu taat sekaligus bebas? Mungkinkah orang mengalami kebebasan dalam batas-batas moral yang mengikat? Kerapkali orang menafsirkan hukum secara berat sebelah: taat berarti kaku, bebas berarti anarki. Tidak banyak orang yang menghayati hukum dalam suasana kebebasan yang menggembirakan dan jauh lebih banyak orang yang sok setia pada tradisi tapi kehilangan nyawanya!

Yesus meminta para muridnya untuk menghormati perwahyuan Roh universal yang terkandung dalam Hukum Taurat dan memberi isi pada Roh itu dengan tindakan sesuai dengan konteksnya. Penghormatan ini hanya mungkin dilakukan dengan semangat Augustinus pasca pertobatannya: love and do whatever you want! Bagian whatever you want-nya gampang, tetapi meletakkannya di atas cinta itu nyang susah. Apa buktinya? Silakan lihat seberapa jauh orang mengampuni secara total. Kalau orang tidak bisa mengampuni (secara total), ia tak bisa memenuhi tuntutan minimal cinta.

Augustinus, pasca pertobatannya, menghayati sungguh kebebasan yang mengalir dari cintanya itu. Orang yang penuh cinta itu bebas: mau cerewet, mau diam, mau bersuara keras, mau tidak bekerja, mau liburan, mau jomblo, mau pacaran… semuanya dari cinta… tapi kebanyakan orang begitu berangkatnya dari benci: benci hidup sendirian, benci diam, benci keributan, benci paksaan, benci menganggur, dan sebagainya.

Yo Roh Kudus, Roh Cintakasih, tinggallah dalam akal budiku, agar pikiranku jadi jernih. Tinggallah dalam hatiku agar aku selalu terbuka bagi sesama. Bimbinglah aku agar selalu mengusahakan yang baik. Ajarlah aku agar selalu mengejar yang luhur. Kobarkanlah dalam hatiku api cinta-Mu agar selalu hidup dengan sesama dalam cinta. Amin.


HARI RABU PRAPASKA III
11 Maret 2015

Ul 4,1.5-9
Mat 5,17-19

Posting Tahun Lalu: Do we need school of heart?