Welcoming The Wisdom…

Saya lega karena gak jadi memimpin perayaan Minggu Palma yang mewajibkan imamnya menaiki kuda! Wong naik pesawat jelas lebih cepat toh?!
“Loh ini kan bukan soal cepat-lambatnya, Romo!” Haiya justru itu, kalau bukan soal cepat-lambatnya njuk untuk apa naik kuda?
Kan untuk simbol aja, Romo.” Lha itu dia pertanyaan saya: simbol apa?


Memang, mengikuti Yesus seringkali ditangkap orang sebagai latah ikut-ikutan Yesus tanpa memahami makna simbolik dalam kisah yang disodorkan Kitab Suci. Kata ahli eksegese kondang asli Indonesia yang tinggal di Roma (yang belum tentu berkenan kalau namanya saya sebutkan di sini), Matius menyodorkan sosok Mesias yang punya wibawa sebagai raja, tetapi sekaligus sebagai utusan Allah yang begitu lemah lembut karena memahami kerapuhan manusia. Nah, bayangkan saja peristiwa yang belum lama berlalu di negeri ini, sebelum pemilihan umum kemarin, apa jadinya kalau Yesus naik kuda nan gagah yang sudah terlatih! Kesan apa yang didapatkan?
“Ya kan kuda poni lain, Romo!” Lha iya memang, kuda lumping juga lain, kan?

Konon, mengendarai keledai lebih susah karena keledai bukan hewan yang manutan (penurut) dan jalannya gak bisa cepat. Maka dari itu biar nurut, kasih aja beban berat, dan orang tinggal menariknya dari depan. Kalau keledainya belum pernah ditunggangi orang, pastilah runyam menungganginya. Lha, kok Yesus masuk ke Yerusalem di atas keledai yang belum pernah ditunggangi orang ya! Cool, awesome! Ia mestilah orang yang pandai dan arif: ini sosok yang bisa merangkul kejayaan penuh wibawa sekaligus kelemahlembutan.

Yang menarik dari perarakan itu, selain Yesus naik keledai (yang bagi sebagian orang memunculkan ide pertunjukan imam menaiki kuda, supaya variatif dan menarik umat entah untuk tertawa atau kagum), ialah bahwa orang-orang menghamparkan pakaian di jalan ketika Yesus lewat. Lhaaaa, kok ya gak sekalian ini ditiru? Pasti lebih seru: umat yang sudah dandan dan pilih pakaian keren itu melepaskan baju dan diletakkan di konblok atau lantai yang akan dilewati kuda poni berpenunggang imam gaul!


Yang menyambangi Yerusalem itu adalah raja yang mengatasi kerapuhan dengan kebijaksanaan yang lembut nan berwibawa. Maka, kalau orang-orang mengalasi jalan keledai dengan pakaian, tentu saja penunggangnya tak menjejak tanah, yang rupanya sering dipakai sebagai gambaran kerapuhan dan kelemahan manusiawi. Selain itu, menghamparkan pakaian berarti sedia tunduk kepada dia yang sedang datang dalam kebijaksanaan penuh wibawa dan kelembutan itu.

Tapi itu teorinya…. praktiknya sih, orang-orang yang mengelu-elukan Yesus tadi juga nantinya tunduk kepada konspirasi kekuatan lain yang hendak melawan kebijaksanaan yang berwibawa dan lembut itu. Kekuatan lain itu bahkan merangsek jauh sampai menembus lingkaran terdekat Yesus sendiri, yaitu Yudas Iskariot. Ini kelihatan dalam kisah sengsara, tetapi ceritanya besok saja di Hari H ya…

MINGGU PALMA A/2
Mengenangkan Sengsara Tuhan
12 April 2014

Yes 50,4-7
Mzm 22,8-9.17-18a.19-20.23-24
Flp 2,6-11
Mat 26,14-27,59

1 reply