Seorang anak SD bertanya pada saya,”Pemulung itu apa?” Saat itu saya masih SMP dan meskipun mengerti, toh kesulitan mendefinisikannya. “Ya orang-orang yang memunguti sampah untuk dijual itu.” “Bukan!”
Jawabannya sederhana: olang yang tidak pelnah liang gembila!
Santo Augustinus yang diperingati Gereja Katolik hari ini barangkali adalah salah satu pribadi yang begitu lama menjadi pemulung, baik dalam arti konotatif maupun denotatif. Jika anak SD itu tak punya kesulitan mengucapkan konsonan ‘r’ kiranya Augustinus memang tidak pernah riang gembira: pemurung. Akan tetapi, Augustinus juga dikenal sebagai pribadi yang terobsesi sebagai pemulung pengalaman seksual sebelum pertobatannya. Dua makna ini, jika digabung, akan membantu kita untuk memahami dinamika rohani yang disebut desolasi. Augustinus mengalami desolasi yang berkepanjangan: ia hepi-hepi dengan aneka variasi kehidupan seksualnya, tetapi jiwanya tak pernah tenang dan menjadi pemurung. Pemulung nan murung!
Meskipun demikian, ada sekurang-kurangnya tiga hal yang bisa dipetik dari bacaan-bacaan hari ini dengan mempertimbangkan hidup Santo Augustinus. Kitab Mazmur menunjukkan bahwa kebesaran Allah tak terduga, tak bisa dijadikan objek pencarian yang bisa dipastikan dalam ruang waktu; Paulus menggarisbawahi bahwa Allah yang mengundang setiap orang dalam pencarian Kristus itu tetaplah setia, betapapun orang begitu rapuh; dan sikap yang logis untuk menanggapi Allah yang demikian itu ialah berjaga-jaga dalam setiap momen hidup.
Konon, St. Aloysius Gonzaga (loh, peringatan St. Augustinus kok malah promosi sekolah Gonzaga) pernah ditanyai: kalau dalam waktu sepuluh menit mendatang kamu mati, apa yang mau kamu lakukan? Ia menjawab: meneruskan bermain….
Itu adalah representasi orang yang berjaga-jaga. Anything may happen, wherever, whatever, whoever, whenever, however… Karena itu, bahkan terhadap panggilan Tuhan, Gonzaga menyambutnya dengan gembira hati…
PERINGATAN WAJIB S. AUGUSTINUS
(Hari Kamis Biasa XXI)
28 Agustus 2014
Categories: Daily Reflection
1 reply ›