Saya belum pernah melihat malaikat secara langsung. Saya mengalaminya lewat mediasi. Misalnya pengalaman saya selamat dari taksi berkecepatan tinggi, pengalaman selamat dari sapuan ombak pantai Pangandaran, pengalaman kecelakaan tunggal bersepeda motor, dan lain sebagainya. Ini semua saya sadari belakangan sebagai suatu pengalaman religius. Semuanya itu menunjukkan adanya mediasi dalam pengalaman akan malaikat juga.
Memang ada penulis lagu yang memberi kesan bisa melihat malaikat dengan judul lagu yang mereka buat: You’re my angel. Yang hobi plesetan menyebut: Angel(ina) Sondakh atau Jolie, Angel Ibrahim, dan Angel Helga misalnya. Mereka jelas bukan malaikatnya itu sendiri. Atribut malaikat terhadap sosok pribadi dalam hidup kita menunjukkan dimensi harapan, iman, dan cinta yang kita rindukan. Ini tak berbeda dari Santo Ignasius yang merumuskan secara singkat kemurnian para sahabatnya dalam Serikat Yesus sebagai kemurnian seperti malaikat. Harapannya begitu.
Harapan seperti ini tidak sia-sia karena diletakkan pada iman dan cinta akan Allah sendiri yang, diwartakan dalam bacaan pertama, mengutus malaikat-Nya untuk melindungi umat Israel menuju tempat terjanji. Malaikat pelindung ini tak perlu dipahami melulu sebagai sosok heroik seperti dalam film terbaru I, Frankenstein (2014). Malaikat pelindung memiliki kemampuan bahkan dalam kehadirannya pada makhluk terhina sekalipun untuk mengantarnya pada hadirat Allah sendiri. Karena itu, masuk akal bahwa bacaan Injil menasihati pembacanya supaya tidak memandang remeh anak-anak kecil dalam Kerajaan Allah sendiri.
Kok bisa ya malaikat pelindung menjalankan fungsi seperti itu? Bisa, karena mereka sanggup hadir dalam dua dimensi. Mereka bisa menatap Allah dan para kudus sebagai “bos-bos besar” di sana sementara bekerja juga dalam dimensi fana ini. Beda dengan manusia pada umumnya yang fokus tambatan hidupnya condong pada dunia fisik: makin sibuk bisnis, makin lupa peran Allah dalam bisnisnya; makin terokupasi oleh relasi duniawi dengan sesama, makin buta terhadap relasi ‘vertikal’ yang memberi kehidupan.
Memang, manusia sewajarnya mengupayakan yang terbaik dalam aneka bisnis hidupnya dan tetap memberi tempat pada peran malaikat pelindungnya sendiri untuk mengantarnya pada hadirat Allah.
Malaikat Allah, engkau yang diserahi oleh kemurahan Tuhan untuk melindungi aku. Terangilah, lindungilah, dan bimbinglah dan hantarlah aku. Amin.
KAMIS BIASA XXVI A/2
Pesta Malaikat Pelindung
2 Oktober 2014
Categories: Daily Reflection