Sudah sejak lama saya ragu-ragu bahwa di dunia ini ada banyak iman yang terkait dengan agama. Memang benarlah bahwa institusi agama yang plural itu tidak diciptakan Tuhan sendiri (bahkan sekalipun orang Kristen mengklaim Yesus sebagai Allah yang menjelma). Institusi agama dibangun oleh manusia sendiri sehingga keragaman agama tak terelakkan.
Akan tetapi, keragaman agama tidak menunjukkan keragaman iman. Intuisi saya mengatakan bahwa keragaman agama adalah keragaman cara pengungkapan iman. Imannya sendiri tidak beragam: semua, yang beriman, mengimani bahwa Allah adalah satu-satunya tujuan terakhir hidup manusia. Perbedaan cara menggapai tujuan itu tidak pantas dievaluasi sebagai cara yang bisa dipertentangkan satu sama lain karena sudut pandangnya memang berbeda.
Perbandingan agama yang sehat tidak dimaksudkan untuk menyatakan agama yang paling benar, melainkan justru untuk melihat bagaimana Allah menyatakan diri-Nya dan ditanggapi secara beragam oleh manusia. Ada yang berangkat dari abstraksi-spekulatif melalui aneka filsafat ketuhanan, tetapi ada juga yang berangkat dari refleksi terhadap pengalaman-pengalaman konkret mereka.
Setiap orang beriman sadar bahwa ia sedang dalam perjalanan. Ia mengerti mana cara yang paling tepat bagi perjalanannya sendiri tetapi juga terbuka pada cara yang paling tepat bagi orang lain. Hanya orang munafik yang berpikiran bahwa hanya ada satu agama untuk mencapai tujuan: agamanya sendiri.
Tuhan, semoga kami semakin menangkap keagungan-Mu dalam pluralitas hidup kami. Amin.
JUMAT BIASA XXIX
24 Oktober 2014

4 responses to “Satu Iman Banyak Agama?”
[…] takkan terjadi jika orang beragama sungguh-sungguh masuk pada kedalaman imannya, yang justru bisa melampaui perbedaan agama. Apa boleh buat, apa mau dikata, berlaku juga suatu tahap perkembangan […]
LikeLike
[…] sama, agamanya beda”. Mengenai iman yang sama dan agama yang berbeda sudah sedikit disinggung di sini. Sedangkan soal bahwa iman dan agama itu berbeda, sudah diandaikan dalam blog ini: blog ini lebih […]
LikeLike
Setuju! Semua perbedaan pun pada dasarnya berasal dari sumber yang sama dan berakhir di kedalaman yang sama pula. Tak ada gunanya perdebatan yang malah menyimpan sebuah keangkuhan dan kebencian. Mungkin bisa dikomentari: https://penjaringangin.wordpress.com/2016/01/24/inti-di-balik-semua-hal-ternyata-sama/
LikeLike
Terima kasih komentarnya, Mas Arnold. Perdebatan barangkali memang jadi lebih berfaedah jika ditujukan untuk lebih membuka perspektif diri ya, bukan untuk membenarkan diri. Salam.
LikeLike