Temuilah Dokter Cinta

Menegaskan kembali tema hari kemarin: pujian dan popularitas seyogyanya tidak jadi target utama orang berbuat baik. Lebih dari itu, dalam ketenaran karena perbuatan baiknya, orang beriman perlu menarik diri untuk senantiasa keep in touch with dokter cinta.

Orang kusta yang disembuhkan Yesus sebenarnya sudah diminta untuk tidak berkoar-koar tentang kesembuhannya, tetapi segera pergi kepada imam dan memberi persembahan seturut aturan agama Yahudi. Tapi ya apa mau dikata, mosok orang bersyukur mesti tutup mulut dan orang lain tak bertanya soal siapa yang menyembuhkannya? (Soal penyembuhan dalam kultur Yahudi bisa dicek pada link ini)

Tak mengherankan, Yesus menjadi bahan pergunjingan dan dalam waktu sebentar namanya sudah beredar ke mana-mana. Apa langkah Yesus ketika namanya mulai populer? Ia mengundurkan diri ke tempat-tempat yang sunyi dan berdoa! Supaya tak diganggu orang banyak yang meminta pertolongannya dan menghormatinya? Pasti bukan! Kehormatan justru senantiasa ‘menghantui’ orang baik yang populer itu karena kehormatan itu seperti bayangan: lari dari orang yang mengejarnya, tetapi malah mengikuti orang yang hendak meninggalkannya!

Yesus menyingkir ke tempat sunyi untuk menemui dokter cintanya! Alamak. Cinta lagi cinta lagi. Tenang, Brow! Itu cuma ungkapan untuk menegaskan bahwa setiap orang butuh ruang-waktu untuk mengambil jarak dari dirinya sendiri. Distansiasi diri. Ia butuh meninjau betapa besar karunia Tuhan bagi dirinya dan bagaimana karunia itu bisa ditebarkannya pada orang lain.

Tanpa itu, orang larut dalam aneka lampu sorot, vanity, dan tak tahu lagi ke mana mesti melangkah. Dokter cinta dalam doa itu akan mengusik hati dan usikan itulah yang kelak mendorong orang untuk menentukan langkah.


HARI BIASA SESUDAH PENAMPAKAN TUHAN B
Jumat, 9 Januari 2015

1Yoh 5,5-13
Luk 5,12-16