Kenapa Setan Memilih Babi?

Film horor mungkin berpesan bahwa kekuatan jahat berhubungan dengan kuburan. Teks Injil hari ini menambahi koleksi domisili kekuatan jahat itu pada babi, yang dianggap najis, memisahkan ciptaan dari Tuhan, dan juga pada laut, yang dianggap sebagai simbol chaos sebelum penciptaan semesta. Injil Markus menambah asosiasi kekuatan jahat itu pada kata Legion, nama pasukan kekaisaran Romawi (Mrk 5,9), yang menindas dan mengeksploitasi penduduk. Gak mengherankan, kemenangan Yesus atas kuasa jahat begitu penting bagi jemaat tahun 70-an. Mereka ditindas dan dimarjinalkan karena ideologi resmi Kekaisaran Romawi dan ajaran atau praktik kemunafikan kelompok Farisi.

Pada awal kisah dikatakan bahwa dua orang kerasukan datang dari kubur (dan nantinya juga akan bergerak menuju kematian): tanpa arah dan tujuan alias geje, dan menakutkan orang lain. Roh jahat itu merenggut kesadaran dan kontrol diri orang. Akan tetapi, sewaktu mereka berhadapan dengan Yesus, mereka ngerti bahwa mereka sedang kehilangan kekuatan dan begitulah, karena gak pede, mereka menggertak dulu: Apa sih urusanmu? Mau menghancurkan kami sebelum deadline kamikah?

Di hadapan Yesus, kekuatan jahat tak punya otonomi, tidak konsisten seperti pengakuan tersangka kejahatan yang mencla-mencle. Permintaan mereka untuk masuk ke dalam babi rasanya aneh juga dan mungkin susah dimengerti. Kenapa setan memilih babi? Mungkin itu opsi terbaik yang mereka punya, wong babi itu juga dipahami orang sebagai binatang najis kok. Klop, bukan? Apa pun alasannya, pesan Injil jelas:  di hadapan Yesus, kuasa jahat tidak otonom dan tidak konsisten. Orang yang percaya pada Kristus sudah menang atas kuasa jahat dan semestinya sih tak punya alasan untuk takut! (Kalau takut ya balik lagi ke posting kemarin: belum njawil Kristus, belum sungguh percaya dan beriman kepada Kristus)

Roh jahat yang inkonsisten itu masih tetap hendak menjaga otonomi mereka. Lihatlah, mereka sudah tahu bahwa mereka kehilangan kuasa di hadapan Yesus, mereka juga tahu bahwa mereka punya deadline untuk berbuat seenak mereka di dunia ini, tapi tetap konsisten ndableg alias tak mau bertobat. Mereka memilih untuk merasuki kawanan babi dan membawa babi-babi itu ke laut (danau sih tepatnya). Mereka tak bisa berenang. Mati deh… babinya! Setannya? Gak ada matinye! Mereka adalah roh jahat yang bisa masuk dalam benak orang lain. Penduduk kampung berbondong-bondong menemui Yesus dan memintanya supaya meninggalkan daerah mereka. Babi-babi yang mati itu lebih penting bagi mereka daripada dua orang yang terbebas dari kuasa setan!

Pada masa Yesus, kata ‘iblis’ atau ‘setan’ dipakai untuk menunjuk kuasa jahat yang menjauhkan orang dari jalan yang benar. Lebih persisnya silakan klik di sini. Pada paruh kedua abad pertama memang ketakutan akan kekuatan iblis itu merebak. Beberapa agama yang muncul dari Timur mempopulerkan ritual untuk mengusir roh-roh jahat itu. Mereka mengajarkan bahwa perilaku keliru bisa membuat marah roh dan roh yang marah itu bisa memblokade relasi manusia dengan Tuhan. Gimana biar roh-roh itu gak marah dan menghukum kita dengan bencana ini itu? Ya mesti pakai ritual, jampi-jampi dan upacara yang complicated, supaya roh-roh itu tenang!

Tetapi, tau gak, tata cara yang ditawarkan itu justru malah menambah orang takut? Alih-alih membebaskan orang, praktik ritual itu justru menularkan ketakutan dan kesusahan. Injil ditulis untuk membebaskan orang dari ketakutan macam itu. Memang tak seorang pun dari kita bisa mengklaim diri bebas secara total. Dalam diri kita ada hal yang dikendalikan oleh kuasa penindas yang inkonsisten tadi. Alias, ada kualitas ‘babi’ dalam diri kita!

Ya Tuhan, berilah aku keberanian untuk meletakkan kebebasanku dalam kuasa-Mu. Amin.


HARI RABU BIASA XIII B/1
1 Juli 2015

Kej 21,5.8-20
Mat 8,28-34

Posting Tahun Lalu: Setan dalam Babi

2 replies