Jadilah Anak-Anak Terang

Dari mana Anda mendapat kepastian bahwa Anda dicintai Allah? Dari perspektif Kristiani, kepastian itu didapat dari Yesus Kristus. Dari perspektif agama lain, kepastian itu didapat dari Kitab Suci atau kesadaran akan Allah yang memanifestasikan kekuatan-Nya dalam semesta. Entah perspektif manapun yang berlaku dalam hidup kita, tanggapan cinta Allah itu akan konstruktif bagi pembangunan dunia sebagai ajang persaudaraan. Ini lirik lagu lawas (1985) dari Suara Persaudaraan:

Dari waktu ke waktu, yang tak henti berputar, di lintas peristiwa dan kejadian, manusia terus maju, melangkah ke depan.
Terkadang nurani jauh tertinggal, di tengah cepatnya pacuan kehidupan, didera bencana, dijerat nikmat dunia dalam gelap jiwanya

Reff.
Jadilah anak-anak terang, yang selalu tegar disetiap cobaan dan godaan.
Jadilah anak-anak terang, yang senantiasa berjalan dengan terang Tuhan.
Jadilah aak-anak terang, yang senantiasa berbagi beban di dalam terang Tuhan.

Kasih kadang kala terasa sangat jauh tergapai karena hati manusia tertutup kabut dalam hitam jiwanya.

Kalau mau mendengarkan melodinya, silakan buka link berikut ini.

Sejak hari Minggu kemarin sampai Kamis nanti, bacaan liturgi Gereja Katolik menyodorkan bab 8 dari Injil Yohanes. Diawali dengan dibongkarnya kompleks Kalijodo kemarin (loh…. nyindir eaaaa, kemarin kan bacaannya hanya menyebutkan perempuan yang tertangkap basah), Yesus kembali menegaskan: kriteria penghakiman bukanlah ukuran manusia, melainkan kemurahhatian Allah sendiri, yang sebetulnya sudah diukir dalam hati orang juga.

Sekarang, Yesus bersiap-siap menggusur infrastruktur agama yang busuk, yang oleh orang Yahudi saat itu dipakai untuk meringkus, mengerangkeng wahyu Allah. Penulis Injil Yohanes menyajikan sosok Yesus si sableng yang mengintroduksi suatu perubahan cara penghayatan agama (bukan berpindah agama) dan seolah-olah ia mengundang pendengarnya untuk berdialog dengannya dan mengambil posisi: memperjelas pemikiran, meninggalkan kontradiksi dan kepalsuan.

Wah, susah deh membaca teksnya Yohanes ini, butuh cara berpikir yang gak biasa (itu kenapa kerap disalahpahami). Supaya gak lama-lama mikir susahnya, mending saya bagikan poin yang pernah disinggung oleh Kardinal Martini saja ya: Yang memproduksi kekacauan, keletihan, kebosanan, ‘melankoli’ dalam diri kita itu, akarnya perlu dikuak, diperjelas, dan diletakkan di tempat terang: Tuhanlah terang sejati, Dialah “joy” yang sesungguhnya, yang menginginkan kebenaran dan kegembiraan hidup kita juga. Maka, paling banter orang bisa jadi anak-Nya, anak Terang itu.

Ya Allah, semoga kami senantiasa dapat melihat terang-Mu dalam sejarah kelam hidup kami. Amin.


HARI SENIN PRAPASKA V C/2
14 Maret 2016

Dan 13,1-9.15-17.19-30.33-62
Yoh 8,1-11

Posting Senin Prapaska V B/1 2015: Dasar Koruptor!
Posting Senin Prapaska V A/2 2014: Kemurahhatian Menuntut Pertobatan