Dua tahun lalu, dalam konteks peringatan Rasul Tomas, saya ketik judul Makin Suci, Makin Matre’. Isinya mungkin tak berkaitan langsung dengan judulnya, dan untuk mengaitkannya mungkin bisa juga dipertimbangkan buah pena penulis kawakan tentang ‘badan dan puasa’ yang disitir pada link ini. Meskipun sudah lewat masa puasa, tulisan itu toh tetap relevan untuk memahami relasi antara yang rohani dan jasmani. Catatan yang selalu menarik saya ialah kata ‘menahan’ yang kerap kali dipakai orang untuk mengerti bagaimana kerohanian dibangun. Termasuk di dalamnya puasa, biasanya dimengerti sebagai ‘menahan’. Kata itu menarik justru karena jadi pertanyaan saya: kenapa mesti dipakai kata ‘menahan’ gitu loh, bahkan terhadap manusia dewasa? Jangan-jangan karena manusia itu basically hewan yang mesti dikendalikan ya…
Syukurlah, tulisan itu tak merekomendasikan sikap mental ‘menahan’ atas dasar subordinasi yang jasmani dari yang rohani. Disodorkan kemungkinan: mengapresiasi tubuh pada hal-hal yang tampaknya bersahaja. Tanpa apresiasi itu, tubuh, atau yang material, berjalan tanpa juntrungan. Padahal, dalam teori fisika atau kimia, gerak molekul yang tampaknya amburadul itu pun sebetulnya punya struktur tertentu dan itu artinya ada orientasi tertentu juga.
Orientasi yang ditawarkan dalam teks hari ini ialah kepercayaan yang terkandung dalam tindak ‘melihat’: Karena engkau telah melihat aku, maka engkau percaya. Berbahagialah mereka yang tidak melihat, namun percaya. Memang konteks bacaan ini ada di seputar narasi kebangkitan Yesus, tetapi apakah kata percaya dipakai penulis Yohanes untuk mengulas kepercayaan Tomas pada kebangkitan Yesus? Saya kok sangat meragukannya karena kata-kata yang diluncurkan dari mulut Tomas bunyinya: Ya Tuhanku dan Allahku. Lha, ini lebih dahsyat lagi. Apakah itu penistaan yang dibuat Tomas karena mempertuhankan atau menyebut Yesus sebagai Allah? Ini bisa bikin berantem penganut agama yang beda-beda itu.
Kalau menilik narasi Yohanes sih, pengakuan Tomas jelas bukan soal bahwa Yesus benar-benar bangkit. Lebih dari itu. Apa yang lebih dari itu? Yesus adalah Tuhan dan Allah? Bukan! Hmm… Romo ini mau kasih ajaran sesat ya!
Saya mulai dari lukisan Carravaggio (baca: karavatjo) terhadap Tomas yang mencucukkan jari ke bekas luka Yesus. Apakah Tomas memang meletakkan tangannya pada lambung Yesus? Saya tak tahu. Tidak dikatakan pada teks bahwa Tomas melakukannya selain langsung berdeklamasi “Ya Tuhanku dan Allahku” dan pesan teksnya disodorkan di akhir cerita: Berbahagialah mereka yang tidak melihat, namun percaya. Entah Tomas meletakkan jarinya atau tidak, itu cuma problem sekunder. Poin utamanya adalah pengakuannya dan pesan positif bagi mereka yang tidak melihat (seperti Tomas), namun percaya.
Pesan itu bagi saya berbunyi: tak perlu tertipu oleh objek sensasi (penglihatan), yang penting orang menangkap bagaimana Tuhan hendak menjadi Allah bagi semua dalam aneka dimensi fisik. Ini adalah ketrampilan batiniah orang beriman untuk menangkap orientasi ilahi dalam pernik-pernik insani, untuk mengatakan ya terhadap yang satu dan tidak terhadap yang lain supaya orientasi ilahi itu kelihatan bagi semua [ujung-ujungnya pembedaan roh lagi deh, yang dalam terminologi penulis gaek tadi adalah tindakan mengapresiasi tubuh pada hal-hal yang tampaknya bersahaja]. Di situlah Tuhan dan Allah disembah oleh setiap orang, apapun agama atau keyakinannya.
PESTA S. TOMAS RASUL
Senin Biasa XIII A/1
3 Juli 2017
Posting Tahun 2015: Makin Suci, Makin Matre’
Posting Tahun 2014: Doubter’s Prayer
Categories: Daily Reflection
Saya suka dengan pernyataan ini ka’.. “Pesan itu bagi saya berbunyi: tak perlu tertipu oleh objek sensasi (penglihatan), yang penting orang menangkap bagaimana Tuhan hendak menjadi Allah bagi semua dalam aneka dimensi fisik.” (y) 😀 ❤
LikeLike
Itu sudah… :v Terima kasih komentarnya, Bro. Lee Risar.
LikeLiked by 1 person
Sama-sama ka’… well done.. great reflection… ❤
LikeLike