Memilih Sahabat

Pernahkah Anda membuat daftar belanja sebelum ke pusat perbelanjaan? Saya pernah (njuk ngopo) melakukannya dan di tempat antrean kasir disapa oleh ibu-ibu yang rupanya terheran-heran melihat cowok belanjaannya banyak banget.
“Istrinya ke mana, Pak?”
“Wah, belum pulang, Bu, masih menyelesaikan S3nya di Australia.”
Moga-moga jawaban saya ini tidak terlalu kasar karena pertanyaannya saya rasa tidak sangat insinuatif.
Di lain hari ketika sedang mencari kebutuhan rumah tangga pada libur lebaran tahu-tahu seorang ibu-ibu [seorang kok ibu-ibu sih] begitu akrabnya,”Gak mudik ya, Mas?”
Karena keluarga saya tinggal di metropolitan itu, memang saya tak punya kebiasaan mudik. Maka, saya jawablah,”Enggak, Bu.”
Dan kemudian muncul balasan,”Iya nih saya juga ga bisa mudik, nyonya saya maksa-maksa tahun ini aja saya mudiknya setelah lebaran. Gada yang jaga di rumah soalnya.”
Yaelaaaaa, jadi maksud eloe?😂😂😂

Daftar belanjaan seperti yang saya buat itu bisa jadi oleh orang lain dikonversi sebagai shopping list untuk memilih teman atau jodoh. Tentu saja itu tak masuk akal, tetapi kalau orang tak pernah mau belajar membangun relasi, biasanya hal yang tak masuk akal itulah yang dilakukannya. Barangkali Anda pernah memiliki daftar belanja untuk teman atau jodoh itu: dari suku atau ras tertentu, kaya, mapan, sabar, cerdas, dan seterusnya. Kalau Anda datang pada saya dan bertanya apakah ada laki-laki atau perempuan dengan kriteria seperti itu tadi, saya akan langsung berikan jawaban cepat. “Ada, saya punya stok, tetapi tak satu pun dari mereka akan mau dengan Anda!” Nah, jawaban ini mungkin sudah lebih kasar dari yang tadi ya.😂😂😂

Teks bacaan hari ini memang tidak bicara mengenai pemilihan jodoh, tapi pemilihan teman atau sahabat. Bendahara yang tak jujur itu mengambil keuntungan dari mark up atau selisih antara hutang para reseller perusahaan tuannya. Dia berteman dengan ‘mamon’ yang diperolehnya dengan jalan pintas sampai akhirnya ketahuan oleh tuannya sehingga jelaslah dia akan dipecat. Menariknya, tuan itu memuji kecerdikan bendahara yang tak jujur itu. Lah, gak jujur kok malah dipuji?
Ya memang, wong bukan ketidakjujurannya yang dipuji, melainkan kecerdikannya.

Di mana kecerdikannya?
Barangkali ada pada cara mengelola pertemanannya. Sebelum ketahuan, ia berteman dengan aneka macam keculasan yang menguntungkan dirinya, memberi kesenangan, kekayaan, kepuasan, dan sejenisnya. Akan tetapi, setelah ketahuan, ia sadar bahwa keakrabannya dengan jalan-jalan culas itu tak memberikan jaminan masa depan. Ia melihat jaminan masa depan terletak pada pertemanan dengan orang-orang yang berurusan dengan profesinya sebagai bendahara. Maka dari itu, ia merombak segala catatan hutang yang dulu sudah dibuatnya demi keuntungan sesaatnya, bisa jadi mengembalikan angka hutang yang sesungguhnya, atau malah lebih rendah, sehingga ia diterima oleh mereka yang berhutang pada tuannya. 
Bukankah hal seperti itu yang dicintai oleh para pemburu diskon?😂😂😂

Tentu saja, Kitab Suci tidak bicara soal diskon atau pengelolaan keuangan. Poin yang disodorkan ialah orang perlu memilih sahabat atas dasar relasi yang memberi jaminan ke depan, bukan atas dasar shopping list mengenai sifat yang cocok dengan keinginannya. Sahabat macam itu biasanya adalah sahabat Allah, sahabat Nabi sejati, yang mengantar orang kepada Allah sendiri.
Tuhan, mohon rahmat supaya kami pertama-tama dapat menjadi sahabat-Mu
. Amin.


MINGGU BIASA XXV C/1
22 September 2019

Am 8,4-7
1Tim 2,1-8
Luk 16,1-13

Posting 2016: Iman Aman Amin