Makhluk Rugos

Anda yang lebih tua dari anak-anak milenial pernah berhadapan dengan Rugos, merk huruf gosok yang populer sebelum komputer merajalela. Huruf-huruf ini dulu saya pakai untuk alat-alat elektronik rakitan saya; maklum, tulisan tangan saya terlalu buruk untuk diabadikan di alat-alat elektronik itu. Rugos membuat tampilan huruf jauh lebih menarik. Hidup Rugos! Setengah mati saya mengingatnya sampai makam saya siapkan setengah sebelum akhirnya nama itu muncul di kepala saya kembali. Celakanya, atau untungnya, yang membuat merk itu muncul justru adalah kata yang dipopulerkan oleh teks sulit bacaan ketiga hari ini: Logos.

Andai saja Logos adalah Rugos, mungkin teksnya jadi lebih mudah dimengerti. Lha piyé jal? Awalnya adalah Logos. Logos itu bersama-sama dengan Allah dan Logos itu ialah Allah! Hanjuk gimana mungkin Udin bersama Upin dan Udin adalah Ipin???
Begitulah risiko berpikir linear, semuanya jadi soal kuantitas. Relasi pun ditangkap berdasarkan kuantitas. Serahkan saja itu pada urusan ahli kitab suci dan teolog Kristiani ya.

Saya kembali ke Rugos saja, dengan segala keterbatasannya. Apa keterbatasan Rugos? Tentu saja hurufnya hilang dari plastik begitu digosokkan pada permukaan lain yang ditempeli oleh huruf Rugos itu. Ini tak bisa dipakai untuk menjelaskan teks bacaan ketiga hari ini.

Tak seorang pun melihat Allah secara langsung dengan seluruh indranya. Abraham tidak, Yakub tidak, Ishak tidak. Kalau memang orang melihat-Nya dengan indranya, yang dilihatnya itu berhenti sebagai Allah. Seperti huruf Rugos tadi, begitu ia menempel pada permukaan kertas, kayu, atau metal, ia tak lagi jadi properti plastik Rugos. Ia bukan Rugos lagi, kecuali kalau Anda jumpai toko yang menjual Rugos dalam bentuk alat-alat elektronik seperti mixer, speaker, dan sebagainya.

Dalam perspektif Kristiani, orang dimungkinkan melihat Allah sejauh ia hidup bersama dengan Yesus dari Nazareth. Akan tetapi, bukankah Yesus dari Nazareth itu terbatas ruang dan waktu? Seperti Rugos, kalau Allah menjelma menjadi Yesus dari Nazareth, Allah berhenti sebagai Allah, dan dengan demikian, Yesus dari Nazareth itu bukanlah Allah. Dalam perspektif agama lain, hal serupa terjadi. Masih ingat ungkapan “If you meet the Buddha on the road, kill him”?
Hal serupa terjadi pada hukum Taurat yang sungguh diyakini sebagai wahyu Allah sendiri. Kalau Allah memang memanifestasikan dirinya pada hukum Taurat, Allah berhenti jadi Allah. Akan tetapi, siapa yang mau memperlakukan hukum Taurat sebagai Allah sendiri?

Syukurlah, Logos bukanlah Rugos. Allah, yang mewahyukan diri lewat keterbatasan fisik itu tak kehilangan jati diri-Nya. Kalau Rugos mau jadi Logos, huruf pada plastik yang digosokkan pada permukaan lain tetap tinggal pada plastik Rugos sekaligus menempel pada permukaan lain. Nah, gak mungkin kan? Butuh teknologi lain.
Logos adalah semacam ‘teknologi’ lain yang memungkinkan Allah tak kehilangan Diri meskipun memanifestasikan Diri dalam rupa bayi, kitab, semesta, dan seterusnya. Begitulah prinsip cinta, yang takkan habis dibagi.

Kalau gitu, dimungkinkan saya membagi-bagi cinta ya, Rom?😂😂😂 Iya, kalau Anda beralih rupa sebagai Logos. Orang kebanyakan tetap tinggal sebagai Rugos nan terbatas. Alhasil, yang bisa dibagikannya cuma yang kuantitatif. Yang kualitatif mestilah ditambatkan pada Allah dulu supaya bisa dibagikan.
Ya Tuhan, mohon rahmat supaya kehadiran-Mu senantiasa merasuki hidup kami. Amin.


HARI RAYA NATAL (SIANG)
Minggu, 25 Desember 2019

Yes 52,7-10
Ibr 1,1-6
Yoh 1,1-18

Posting 2016: Ribet Natalan

2 replies