Belajar Lahir Lagi

Saya tak punya keraguan bahwa tak seorang pun dari Anda yang pernah berpikir dua kali untuk memutuskan lahir ke planet bumi ini. Ada pihak lain yang memutuskan Anda lahir pada periode dan tempat tertentu. Hanya dagelan Bagito Group saja yang anggotanya pernah mau lahir 10 November 1945 di Surabaya tetapi karena begitu kepalanya mak jegagik njuk desingan peluru membuatnya ketakutan lalu masuk kembali ke rahim ibunya.

Pihak lain yang memutuskan Anda nongol di bumi ini tentu bukan cuma ayah ibu Anda, melainkan juga mantan pacar atau gebetan ayah ibu Anda, orang tua mereka, guru, dosen, dan sebagainya. Pokoknya, seluruh unsur semesta ini berkelindan sedemikian rupa sehingga mau tidak mau Anda mesti mak brojol dari rahim tertentu pada periode dan tempat tertentu. Itulah mengapa dikatakan bahwa tak ada seorang pun yang menginginkan dirinya lahir ke dunia ini atas kehendaknya sendiri.

Akan tetapi, kenyataan seperti itu bukanlah kenyataan dasariah yang rumit untuk dipahami. Seorang ateis pun dengan percaya dirinya bisa berargumentasi bahwa manusia ini mengalami ‘keterlemparan’ ke dunia ini. Kemudian, karena keterlemparan itu, orang bisa menyimpulkan bahwa hidup dalam keterlemparan itu sendiri adalah absurd. Kalau absurd, orang tak perlu ribet berspekulasi dengan azas dan dasar hidupnya atau arah tujuan hidupnya atau sangkan paraning dumadi atau bagaimana lagi mau diistilahkan. Just do what you want, gitu aja, bukan?

Saya hendak belajar dari kelahiran Isa yang dirayakan umat Kristiani. Jangan salah, ini tidak membuat saya jadi Kristiani. Saya cuma hendak belajar dari perayaan Natal. Tentu saja, karena dan demi ajaran Allah Tritunggal, haruslah dinyatakan bahwa Yesus itu sudah eksis sebelum kelahirannya di dunia ini. Bagaimana eksisnya, saya tak ambil pusing; biar diurus oleh para teolog Kristiani. Yang jelas, teks bacaan hari ini menegaskan bahwa Isa ini lahir dalam periode dan tempat tertentu. Kalau menilik eksposisinya, kelihatan suatu paradoks yang ditonjolkan: ia lahir dalam atmosfer keagungan penguasa kekaisaran Romawi, bukan dalam megahnya bangunan yang didirikan penguasa, melainkan dalam palungan sederhana.

Apakah saya hendak belajar kesederhanaan? Tidak juga sih. Yang menarik perhatian saya ialah bahwa kelahiran Isa ini juga tidak ada dalam kontrolnya sendiri. Ia tidak memutuskan untuk lahir dalam masa kaisar Augustus dari rahim Maria. Akan tetapi, menurut keyakinan orang Kristen, ia sudah eksis sebelum lahir itu. Maksudé apa jal? Lha ya itu tadi yang saya bilang biar diurus para teolog Kristen bagaimana orang belum lahir kok sudah eksis.
Orang tak harus berkeyakinan pada eksis sebelum lahir itu, tetapi bisa belajar bahwa meskipun ia mengalami keterlemparan dalam hidupnya, ia senantiasa dapat memberi pemaknaan akan kelahirannya sendiri. Dengan kata lain, Natal adalah momen orang beriman untuk menegaskan makna dan tujuan kelahirannya sendiri.

Tentu saja, semua orang beriman diandaikan tahu tujuan hidupnya kembali ke fitrah. Akan tetapi, itu seperti Pancasila, sebagai suatu rangkuman ya benar banget, tetapi setiap orang mesti memberinya isi dengan hidup konkretnya. Tuhan, ajarilah kami untuk memberi makna dan tujuan hidup yang sungguh terarah pada kemuliaan-Mu. Amin.


MALAM NATAL
Senin, 24 Desember 2019

Yes 9,1-6
Tit 2,11-14
Luk 2,1-14

Posting 2018: (Soto) Anak Sulung
Posting 2015: Bukan Kelahiran Anak Tuhan