Jangan Percaya Injil

Yesus memang berdakwah supaya orang bertobat karena Kerajaan Allah sudah dekat dan supaya orang percaya kepada Injil. Akan tetapi, justru karena dakwah Yesus itu, menurut saya, orang zaman now sepertinya lebih mantap kalau diberi ajaran untuk tidak percaya kepada Injil. Kenapa? Karena seperti cinta, bahkan seperti politik, Injil juga sudah mengalami korupsi yang luar biasa, apalagi di negeri yang kewowogen agama: Injil dipingit ke dalam kungkungan agama tertentu.

Terus terang, memang saya agak tidak enak menyampaikan kepada saudara-saudari saya yang beragama Islam bahwa pengertian mereka tentang Injil itu terlalu bias. Gimana biasnya? Menurut saudara-saudari saya ini, Injil itu seperti Alquran, diberikan Allah kepada nabi-Nya. Jadi, sebagaimana Taurat diberikan Allah kepada Nabi Musa, begitulah Alquran diwahyukan Allah kepada Nabi Muhammad, dan Injil diturunkan Allah kepada Nabi Isa. Begitulah perspektif yang kiranya disodorkan dalam studi agama-agama.

Saya melihatnya secara berbeda, dan tentu saja saya tidak mengklaim perspektif saya ini sebagai kebenaran mutlak. Menurut saya, seluruh kitab suci itu diberikan Allah kepada semua makhluk melalui tokoh-tokoh tersebut.
Lha ya apa bedanya dengan kitab suci diturunkan kepada mereka dan diteruskan kepada semua makhluk sih, Rom? Romo ini memperumit hal sederhana!
Beda banget. Perspektif yang kedua ini mengandaikan bahwa penerima wahyu itu adalah tokoh-tokoh besar tadi dan merekalah yang mengunyahkan jeruk dan kunyahan jeruk itu mereka berikan kepada sebanyak mungkin orang yang mau makan jeruk yang sudah dikunyahkan itu.
Perspektif pertama, yang saya sodorkan, memuat keyakinan bahwa kitab-kitab suci itu bersifat universal, disampaikan Allah kepada siapa saja, melalui orang-orang besar tadi, tetapi orang-orang besar itu tidak mengunyahkan jeruknya. Mereka mempersaksikan kebenaran kitab suci itu dalam hidup mereka sendiri.

Konsekuensinya, Injil bukanlah tulisan sekian ribu halaman yang mesti ditafsirkan orang banyak, melainkan hidup yang dipersaksikan oleh orang-orangnya. Dalam arti itu, saya tidak memberikan endorsement supaya orang percaya kepada Injil, bahkan meskipun Yesus dalam pelayanan publiknya menyerukan anjuran supaya orang bertobat dan percaya kepada Injil. Saya akan ikut menyerukan supaya orang percaya kepada Injil sejauh Injil dibebaskan dari kungkungan eksklusivisme agama. Percaya kepada Injil tidak lain dari menghidupi agama secara inklusif. Yang didakwahkan Yesus bukan keagamaan eksklusif yang mengotak-kotakkan Injil sebagai properti agama tertentu (dan malah jadi bahan perdebatan dan perseteruan mereka yang merasa diri ahli agama tertentu).

Mungkin perbandingan antara Yohanes Pembaptis dan Yesus bisa membantu menjelaskannya. Yohanes Pembaptis, yang menganalogikan dirinya sebagai suara yang berseru-seru di padang gurun, menjalani hidup yang agak ekstrem untuk ‘membajak sawah’, melembutkan tanah yang keras supaya orang beriman siap menerima benih yang ditaburkan. Tentu ini metafora. Yohanes Pembaptis bukan pembajak sawah.
Yesus, yang mulai berdakwah setelah Yohanes Pembaptis dipenjara, menjalani hidup biasa dengan pewartaan Injil sebagai benih yang ditaburkan ke sawah yang dibajak oleh Yohanes Pembaptis tadi. Tentu ini juga metafora. Yesus bukan penabur benih gandum.

Dari situ sudah bisa dimengerti bahwa Injil yang diwartakan Yesus bukanlah Injil orang Kristen yang secara sempit berarti empat karangan (Matius, Markus, Lukas, Yohanes) atau secara umum tulisan Perjanjian Lama dan Baru. Injil ini adalah kabar gembira, nilai yang memerdekakan orang sebagaimana dihidupi oleh Guru dari Nazareth itu. Itulah yang semestinya dipercayai orang. Injil yang diklaim sebagai kitab suci kristiani hanyalah bantuan untuk menafsirkan Injil yang diserukan Guru dari Nazareth itu, yang adalah benih. Begitu juga agama Kristen, cuma bantuan bagi siapa saja yang sungguh hendak menangkap kabar gembira dari Allah. 

Tuhan, bukalah mata hati kami supaya warta gembira-Mu semakin subur dalam hidup bersama kami. Amin.


SENIN BIASA I A/2
13 Januari 2020

1Sam 1,1-8
Mrk 1,14-20

Posting 2016: Anda Mandul?

3 replies

  1. Saya bisa mengerti cara pandang anda apalagi dgn posisi anda sebagai Muslim. Memang segala sesuatu bisa menjadi korupt seturut dgn jaman yg juga korupt seperti yg terjadi dgn Qur’an.

    Anda mensamakan Qur’an dan Injil dgn katakan Allah Turun kan Qur’an pada Muhammad dan Turunkan Injil pada Isa sama sekali salah krn Yesus tdk pernah tulis Injil tapi Yesus adalah Injil itu sendiri dan memberi Hidup pd mereka yg benar2 percaya. Injil menyelamat kan dan Roh yg beri Hidup Kekal.

    Injil tdk pernah tergantung jaman beda dgn Qur’an yg utk jaman now tdk mungkin berlaku dgn isi yg kurang masuk akal. Mungkin perlu belajar dari Christian Prince. Anda bisa live call dgn dia mungkin bisa belajar ttg kebenaran Qur’an.

    Like

    • Sdr. TrueVine yang baik, terima kasih komentarnya. Saya masih berharap Anda berkenan membaca kembali perlahan-lahan posting ini dan meninjau kesimpulan-kesimpulan yang Anda tarik darinya karena sebetulnya saya sepakat bahwa Yesuslah Injil itu sendiri yang diberikan kepada siapa saja yang mau mendengarkannya. Salam.

      Like