Cari Tambahan Dulu?

Kadang kata-kata keras diperlukan supaya orang sampai pada poin yang dimaksudkan, bahkan meskipun kata-kata keras itu sendiri tak memberi jaminan. Kemarin-kemarin ini ada konflik mengenai pelatih sepak bola Indonesia yang dianggap meremehkan pemain Indonesia. Seharusnya, menurut pengkritik ini, pelatih itu memberi motivasi dan pernyataan positif kepada pemain. Saya tidak mau berpolemik mengenai ini, tetapi seperti sudah saya sampaikan dulu, positive thinking bukan segala-galanya; perlu dilihat secara kritis.

Kata-kata yang disampaikan Guru dari Nazareth ini bukan kata-kata lunak: yang mengasihi ortu atau keluarga atau suami/istri atau anak lebih daripada mengasihi Allah, tidak layak untuk Kerajaan Allah. Di tempat lain lebih keras lagi: yang tidak membenci ayah ibunya tidak layak bagi Kerajaan Allah. Asem tenan, njuk aku kudu měgat bojoku pa piyé? Pasti bukan itu maksudnya, kan? Akan tetapi, kata-kata Guru dari Nazareth ini memuat paradoks dan, sekali lagi, paradoks tidak bisa dipikirkan dengan cara berpikir linear.

Oleh karena itu, memikul salib seperti Guru dari Nazareth yang memikul salib jelaslah bukan tindakan pergi ke Yerusalem dan menyewa palang kayu salib dan menyeretnya sampai dekat Kalvari. Yang bisa melakukan itu cuma mereka yang punya rezeki puluhan juta rupiah atau mungkin gratis bagi yang tinggal dekat Kalvari. Artinya, itu sangat eksklusif, terbatas, tak berlaku umum bin universal. Perintahnya yang bersifat eksklusif, menurut saya, tak perlu Anda pikirkan susah-susah. Mungkin berguna, tapi tak banyak.

Yang dipikul Guru dari Nazareth adalah patibulum, palang kayu yang dipasangkan pada palang lain sehingga jadi palang salib sebagai palang horisontal. Itu adalah palang penghinaan pada zamannya, dan Guru dari Nazareth dihempaskan ke sana: diejek, direndahkan, diremehkan, dan seterusnya. Tak ada pernyataan positif yang diterimanya dari mereka yang tertohok oleh kesaksian hidupnya. Mungkin malah itulah juga yang menguatkan Guru dari Nazareth untuk menuntaskan hidupnya: bukan untuk membuktikan kesalahan mereka yang memfitnahnya, melainkan untuk menyatakan apa yang diajarkannya sendiri, bahwa hidup manusia ini tak lain hanyalah sinkronisasi material dengan kehendak Allah YME, YMB, YMK, YMR bla bla bla. Maka, memercayakan diri kepada-Nya adalah konsekuensi logis.

Sayangnya, tidak setiap orang hidup secara logis. Tidak setiap orang memercayakan dirinya kepada Allah, tetapi pada kalkulasi manusiawi belaka. Ini tidak mengatakan bahwa kalkulasi manusiawi tidak penting, tetapi kepentingannya ada dalam konteks kepercayaan kepada Allah tadi. Dengan kata lain, kalau orang mulai dengan hidup yang dibaktikan kepada Allah, dia akan mengikutinya dengan kalkulasi manusiawi. Bagi orang beriman, itu tak bisa dibalik! Kalkulasi manusiawi terus menerus butuh pemurnian, entah lewat pernyataan positif atau negatif.

Memikul salib berarti juga menaruh tumpuan hidup dan harapan kepada Allah. Begitulah pemberian diri kepada Allah. Itu bikin orang hidup tenang, bagaimanapun kalkulasi manusiawinya, tetapi sekaligus memurnikan kalkulasi manusiawi itu sedemikian rupa sehingga hidup material ini juga jadi bekal yang baik untuk jenis kehidupan yang (kelak) tak menuntut materialitas dunia ini. Kalau orang tidak memikul salib seperti ini, mungkin sampai matinya pun hitung-hitungan manusiawi terus dibawa. Apa ya tenang? Saya kira ini lebih menenangkan: carilah dahulu Kerajaan Allah, yang lain-lainnya akan ditambahkan.
Semoga orang beragama tidak malah cari tambahannya dulu. Amin.


HARI MINGGU BIASA XIII A/2
28 Juni 2020

2Raj 4,8-11.14-16a
Rm 6,3-4.8-11
Mat 10,37-42

Posting 2017: Romantisme Salib

1 reply

  1. Patibulum and Stipes

    Some says when He was hanged
    between earth and heaven
    they lifted up their heads to see Him
    And they were exalted, for their heads had never before been lifted

    Patibulum and stipes
    I would carry it till my road ended
    But i would beg Him to place His hand upon my shoulder

    Then i felt not the weight of the cross
    I felt only His hand, and it was like the wing of a bird upon my shoulder

    Come, you are strong and firm built; carry The Cross with me, and think always of this Beloved Man

    Like