Sandaran

Kalau judul posting kemarin ajalah ajakan untuk berguru, hari ini saya tunjukkan salah satu kemungkinan pengalaman ketika orang berguru. Karena tingkat kemampuan murid yang belum tinggi, bisa jadi syaraf malunya muncul ketika mengalami kegagalan. Cerita teks bacaan kedua hari ini menunjukkan bagaimana seseorang yang anaknya terkena epilepsi membawa anak itu kepada para murid supaya disembuhkan, dan jebulnya para murid itu tak bisa apa-apa. Mengherankan saya juga bahwa orang itu datang kepada Guru dari Nazareth dan tanpa ditanya sudah menyampaikan info bahwa para murid tak bisa menyembuhkannya. Singkat cerita, Guru itu menegur para murid dan menunjuk sebabnya: ὀλιγοπιστίαν (oligopistian, Yunani), kecil atau sedikitnya iman.

Anehnya, kok setelah itu malah Guru dari Nazareth omong bahwa kalau para muridnya punya iman sebesar biji sesawi saja, nothing is impossible bagi mereka! Nah, tadi dibilang mereka tak berkutik karena iman mereka kecil. Sekarang malah dikatakan kalau saja mereka punya iman sekecil biji sesawi, mereka bisa berbuat apa saja. Bingung gak sih? Saya bingung ini. Apakah kecilnya iman para murid itu lebih kecil lagi dari biji sesawi?
Bisa jadi begitu ya: mereka tak punya iman sama sekali!

Matěng kowé, sudah ubyang-ubyung mondar-mandir bareng Guru sekian lama, sudah dibaptis sekian puluh tahun, sudah mengucapkan syahadat berpuluh-puluh tahun, sudah berkali-kali ikut ziarah, jebulnya belum punya iman sama sekali! Semuanya cuma mbèbèk seperti kalau tetangga punya mobil anu njuk minggu depan kredit mobil serupa atau tetangga punya usaha anu njuk buru-buru merintis usaha sejenis. Piyé sih janjané punya iman sebesar biji sesawi itu?

Terus terang, saya juga tidak tahu.🤣 Tapi Anda mesti punya ingatan tentang perumpamaan biji sesawi yang dibahas beberapa bab sebelum bacaan hari ini. Konon, biji sesawi itu biji terkecil, tetapi kalau tumbuh, akhirnya bisa lebih besar dari sayuran lain dan bahkan jadi pohon yang cabang-cabangnya bisa jadi tempat aneka burung bersarang. Nah, kalau begitu, poinnya bukan seberapa kecil iman yang dipadankan dengan biji sesawi itu, melainkan seberapa akomodatif iman itu bagi aneka kemungkinan hidup baru. Biji sesawi ini tak cuma jadi sayuran, tapi bisa bisa membuat hidup yang lain menemukan sandaran.

Njuk hubungannya dengan penyembuhan itu apa, Rom? Kenapa dibilang bahwa para murid itu tak bisa menyembuhkan anak epilepsi karena kecilnya iman mereka bahkan belum seperti biji sesawi?Iya ya, kenapa ya?🤣
Sewaktu diminta ikut misa penyembuhan yang dipimpin oleh seorang imam yang terkenal sebagai penyembuh, ibu saya berkomentar begini,”Lha mbok romonya itu diminta misa dari rumah sakit ke rumah sakit, itu kan banyak orang sakit di sana.” Oalah Mak, sing ngajari ngono ki sapa tah? 🤭

Dalam pemahaman ibu saya, terlepas dari pemahaman orang yang mengajaknya ikut misa penyembuhan, iman bukan perkara orang sehat atau sakit, melainkan perkara menemukan jalan bersama Allah. Orang sakit ya berobat, tetapi disertai iman yang membuka peluang lebih luas: bisa sembuh, bisa sakit, bisa meninggal, bisa sukses, bisa bangkrut, dan sebagainya. Pokoknya, dalam kesemuanya itu, orang menyandarkan hidupnya kepada Allah, bukan kemampuannya melulu. Hanya setanlah yang mendesak orang supaya mengabaikan penyandaran hidup kepada Allah itu. Kalau tak punya iman biji sesawi itu, gimana mau mengusir setannya, gimana mau menyandarkan hidup kepada Allah?

Tuhan, mampukanlah kami untuk senantiasa bersandar pada-Mu dalam setiap susah payah hidup kami. Amin.


SABTU BIASA XVIII A/2
Pw S. Dominikus
8 Agustus 2020

Hab 1,12-17;2,1-4
Mat 17,14-20

Posting 2014: Jangan Tidur Melulu Dong

1 reply