Idealnya orang Katolik ikut misa Natal tiga kali (malam Natal, Natal fajar dan Natal siang/sore hari). Saya pernah begitu, tetapi sekarang bahkan saya tidak bisa ikut misa di gereja karena saya pendatang. Tak ada misa bagi pendatang! Malahané, irit bensin dan waktu.😂 Akan tetapi, karena saya imam, saya bisa ‘bikin misa’ bersama mereka yang tinggal di rumah simbah, sekali saja untuk merangkum tiga misa tadi.🤭
Kata tetangga saya di Roma, tiga misa itu hendak menunjukkan tiga sisi kenyataan Natal, sesuai dengan teks Injil yang disodorkan. Pertama, kelahiran itu sejak awalnya tercicil pada kehendak Allah untuk mengangkat derajat kemanusiaan sedekat mungkin dengan Yang Ilahi. Kedua, kelahiran itu terjadi secara historis melalui rahim Bunda Maria. Ketiga, secara spiritual, kelahiran itu juga terjadi dalam diri orang beriman. “Orang beriman” tak perlu didemarkasi pada orang beragama tertentu [yang malah bikin perkara tak kunjung usai dengan soal receh pengucapan kata Natal], tetapi dimengerti sebagai mereka yang percaya bahwa Allah yang mahabesar itu dengan aneka cara-Nya berkomunikasi, menjangkau kemanusiaan yang serba rapuh dan terbatas. Percaya bahwa Allah itu maha anu dan maha ini tidaklah sulit, tetapi percaya bahwa Allah yang maha anuini itu berkomunikasi melalui kerapuhan dan keterbatasan eksistensi kemanusiaan, ini sungguh challenging.
Menariknya, dalam bacaan sore ini, medium komunikasi Allah itu tidak disebut sebagai Kristus, Mesias, Anak Allah, tetapi dengan kata “Logos”, yang dialihbahasakan sebagai “Firman” atau “Sabda”. Terserah, mau pakai yang mana, pokoknya ialah bahwa eksistensi kemanusiaan kita yang lemah dan rapuh ini tak terlepas dari jangkauan komunikasi Cinta yang tak terceraikan. Tak ada pengkhianatan manusia yang bisa meretakkan Cinta macam itu. Pengalaman kehilangan pun bisa dilihat dari perspektif iman seperti itu.
Kemarin pagi, anjing kecil yang baru kami pindahkan ke tempat simbah, melarikan diri. Pencarian seharian sia-sia. Saya tak punya attachment pada anjing itu tetapi ikut merasa gimana gitu. Bisa jadi anjing itu mengalami nasib malang, diambil orang dan ‘dibaptis’ sesuai bumbunya. Pernah terjadi begitu. Menjelang tengah malam, ketika saya sudah lelap, sayup-sayup saya dengar gonggongan, sekali dan lemah. Tanpa ragu saya bangun dan keluar dari rumah, melihat ke arah gonggongan anjing tadi dan benarlah dari kegelapan halaman rumah saya lihat anjing kecil ini muncul. Ini bukan mimpi, melainkan kenyataan bahwa anjing kecil itu sungguh hadir. Mungkin begitulah sensasi Natal: too good to be true bahwa Allah hadir dalam kerapuhan dan keterbatasan kemanusiaan.
Tuhan, syukur dan mohon rahmat supaya kami menangkap kehadiran-Mu dalam keterbatasan hidup kami. Amin.
HARI RAYA NATAL (SORE)
Jumat, 25 Desember 2020
Yes 52,7-10
Ibr 1,1-6
Yoh 1,1-18
Categories: Daily Reflection
Hadiah yg Sempurna
LikeLiked by 1 person